Surat dari asy-Syaikh Hani’ bin Buraik, yang telah dibaca oleh al-’Allamah asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali hafizhahullah untuk Salafiyyin di Indonesia
Terjemah
ميحرلا نمحرلاهللا مسب
Kepada saudara-saudara kami Ahlus Sunnah wal Jama’ah di Indonesia
“Surat ini telah dibaca oleh Fadhilatu asy-Syaikh al-’Allamah Rabi’ bin Hadi al-Madkhali”
Kami memuji Allah di hadapan kalian, Dia yang telah
menyempurnakan kepada kami dan kepada kalian nikmat-nikmat-Nya, baik
yang zhahir (tampak) maupun yang bathin (tidak tampak). Nikmat terbesar
adalah nikmat Hidayah (petunjuk) kepada as-Sunnah dan Dakwah kepada
sunnah tersebut, pada masa yang banyak tersebar padanya bid’ah-bid’ah
dan juru dakwah kepadanya.
Tidak diragukan bahwa Dakwah kepada as-Sunnah di atas
manhaj Salaful Ummah yang Shalih, dan pembelaan terhadap agama Allah
(yang dilakukan) dengan hikmah, mau’izhah hasanah, dan dialog dengan
cara yang lebih baik tergolong pintu jihad fi sabilillah Subhanahu wa
Ta’ala yang terbesar. Semoga Allah menjadikan kami dan anda sekalian
berada di atas manhaj ini, dan semoga Allah teguhkan kita semua di atas
manhaj tersebut hingga kita berjumpa dengan-Nya.
Sebagaimana yang telah kalian semua ketahui telah terjadi
khilaf terkait dengan urusan dakwah antara ikhwah. Di antaranya adalah
kritikan terhadap al-Akh Dzulqarnain. (Permasalahan tersebut) telah
diangkat kepada masyaikh sebelum ini. Kemudian terjadilah setelah itu
tahdzir Syaikhuna al-’Allamah Rabi bin Hadi al-Madkhali – semoga Allah
menjaga beliau dan memberikan kenikmatan kepada kita dan muslimin dengan
hidupnya beliau –terhadap al-Akh Dzulqarnain, sebagai bentuk nasehat
untuknya dan harapan kebaikan untuknya. Berita tahdzir tersebut telah
tersebar luas di tengah-tengah kalian.
Maka tidak ada dari al-Akh al-Fadhil Dzulqarnain kecuali
dia menerima (tahdzir tersebut), dan bersegera melakukan upaya yang
disyukuri atasnya, tampak darinya semangat untuk berpegang kepada
as-Sunnah dan menjaga persatuan dengan saudara-saudaranya yang utama
(yakni para asatidzah dan duat, pen), yang tidak ada dugaan terhadap
mereka (para asatidzah dan duat yang mengkritisinya, pen) kecuali niatan
yang baik untuknya (Dzulqarnain) dan untuk dakwah. Maka dia (al-Akh
Dzulqarnain) pun mengunjungi Syaikhuna Rabi’ di Makkah dan mendengar
nasehat dan bimbingan beliau.
Maka sekarang, setelah bermusyawarah dengan Syaikh dan Ayah
kami al-’Allamah Rabi’ bin Hadi al-Madkhali hafizhahullah, kami menulis
untuk semuah ikhwah di Indonesia – dan secara khusus untuk para ikhwah
yang utama (yakni para asatidzah dan duat, pen) yang berselisih
dengannya (Dzulqarnain) – agar mereka menyambut saudaranya yang utama
Dzulqarnain, sebagai seorang saudara, dai, dan pengajar kembali bersama
mereka, karena dia konsisten untuk rujuk (bertaubat, pen) dari semua
kritik terhadapnya, yang semua kritikan tersebut telah diakui oleh
masyaikh. Dengan itu dia (Dzulqarnain) bisa menjadi permisalan bagus
yang patut disyukuri. Kita berharap untuknya tsabat (keteguhan) dan
tidak kembali lagi kepada permasalahan-permasalahan yang ia dikritik
atasnya, sehingga dengan demikian tidak membuka pintu perpecahan dan
perselisihan, yang bisa dimanfaatkan oleh para musuh sunnah.
Kesimpulannya, barangsiapa yang telah dinasehati oleh ulama sunnah, maka
hendaknya ia kembali kepada nasehat tersebut dan konsisten denganya,
serta tidak menyombongkan diri dan tidak menentang.
Kepada semua pihak, hendaknya bahagia dan gembira dengan
persatuan. Persatuan merupakan prinsip agung di antara prinsip-prinsip
Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Itu merupakan tanda bahwa pemberi nasehat
tidaklah meniatkan dengan nasehatnya kecuali wajah Allah Subhanahu wa
Ta’ala.
Kami wasiatkan kepada semua pihak untuk meninggalkan
sebab-sebab khilaf, sebaliknya melakukan sebab-sebab persatuan.
Tinggalkan ta’ashshub (fanatik buta) terhadap pribadi-pribadi tertentu,
dan mau menerima nasehat dari siapapun yang membawa nasehat tersebut,
serta jangan merasa tinggi (sombong) untuk menerima al-Haq.
Hendaknya pula kita konsisten untuk kembali kepada para
‘ulama kita dalam urusan dakwah kita, dan jangan berpijak dengan
pemahaman kita sendiri terhadap manhaj salafus shalih, namun berpijak
dengan ilmunya para ‘ulama dan pemahaman mereka yang benar, hikmah,
pengalaman, serta penerapan ilmiah dan amaliah mereka terhadap manhaj
rabbani yang agung tersebut, yang manhaj tersebut benar-benar sangat
tepat untuknya penyifatan ilahi terhadap risalah Muhammadiyyah yang
agung. Penyifatantersebut terdapat dalam firman Allah Jalla sya’nuhu
(Yang Maha Agung urusan-Nya)
(َنيِمَلاَعْلِلًةَمْحَر اَّلِإ َكاَنْلَسْرَأ اَمَو)
“Tidaklah kami mengutusmu kecuali sebagai rahmat untuk alam semesta.” (al-Anbiya’ : 107)
Risalah tersebut, yang telah menerangi alam setelah
kegelapan, yang menenangkannya setelah sebelumnya menakutkan, serta
menyebarkan ke seluruh sisi dan penjurunya hakekat tauhid, kesempurnaan
iman, keadilan antara manusia, ukhuwah antara mukminin, dan kasih
sayang.
Kami tutup dengan pujian kepada Allah, yang dengan nikmat-nikmat-Nya sempurnalah berbagai kebaikan.
(َنوُعَمْجَياَّمِم ٌرْيَخ َوُه اوُحَرْفَيْلَف َكِلَٰذِبَف ِهِتَمْحَرِبَو ِهَّللا ِلْضَفِب ْلُق)
“Katakanlah, ‘Dengan keutamaan Allah dan dengan rahmat-Nya,
maka dengan itulah hendaknya mereka bergembira. Itu lebih baik dari apa
yang mereka kumpulkan’.”Kami ucapkan shalawat dan salam kepada Nabi
Muhammad, yang dengannya Allah menyatukan hati orang-orang yang beriman,
dan dengannya Allah memberi hidayah dari godaan-godaan syaitan, juga
kepada keluarga dan para shahabatnya, yang sangat pantas untuk mereka
firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
ْنَأ اَلْوَل َيِدَتْهَنِل اَّنُك اَمَو اَذَٰهِل)ُهَّللا
اَناَدَه ُدْمَحْلااوُلاَقَو ُراَهْنَأْلا ُمِهِتْحَتاَناَدَه يِذَّلا
ِهَّلِل ْمِهِروُدُص يِف اَم اَنْعَزَنَو(ْنِم يِرْجَت ٍّلِغ ْنِم
“Kami cabut segala macam dendam yang berada di dalam dada
mereka; mengalir di bawah mereka sungai-sungai, dan mereka berkata,
‘Segala puji bagi Allah yang telah memberi hidayah kami kepada (surga)
ini, dan kami sekali-kali tidak akan mendapat hidayah (petunjuk) kalau
Allah tidak memberi kami petunjuk’.” (Al-A’raf : 43)
(َنيِلِباَقَتُم ٍرُرُس ٰىَلَع اًناَوْخِإ ٍّلِغ ْنِم ْمِهِروُدُص يِف اَم اَنْعَزَنَو)
“Kami cabut segala rasa dendam yang berada dalam hati
mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas
dipan-dipan.” (al-Hijr : 47)
Ditulis oleh Hani bin Ali bin Buraik
(Keterangan : surat ini diterima kemarin, sekitar jam 10:15
WIB. Langsung diterjemahkan dan dikoreksi terjemahnya oleh asatidzah)
—- * * * —-
Mengetahui :
- Muhammad Umar as-Sewed
- Qomar Su’aidi
- Usamah Mahri
- Ayip Syafruddin
- Luqman bin Muhammad Ba’abduh
- Asykari bin Jamal
- Muhammad as-Sarbini
- Abdush Shomad Bawazir
- Ahmad Khadim
- Afifuddin as-Sidawi
- Ruwaifi’ bin Sulaimi
Sumber :http://rahmatidil.blogspot.com