Thursday, June 5, 2014

Tauladan Sebagian Salaf dalam Menuntut ilmu

    "Tauladan Sebagian Salaf
                     dalam
             Menuntut ilmu"

يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَات

"niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat." QS. Al-Mujādilah: 11.

Rosulullōh Shollallōhu àlaihi Wa Sallam bersabda:

"من خرج في طلب العلم فهو في سبيل الله حتى يرجع"

“Barangsiapa yang keluar dalam rangka menuntut ilmu, maka dia berada di jalan Allōh hingga kembali.” (HR. At-Tirmidzi)

Berkata Imām Al-Hasan Al-Bashri rohimahullōh:

"باب من العلم يتعلمه الرجل خير له من الدنيا وما فيها"

“Satu bab dari ilmu yang dipelajari oleh seseorang itu lebih baik baginya daripada dunia dan seluruh isinya.” [Roudhotul Ùqolā]

Lihatlah, lembaran terabadikan dari napak tilas kegigihan para Salaf dalam mengejar kemulian-kemulian tersebut di sisi Allōh, dengan menuntut ilmu...

Kita buka beberapa lembar album kenangan Salaf dalam menuntut ilmu:

Imam Al-Hākim bercerita:

"آثروا قطع المفاوز والقفاز على التنعم في الدمن والأوطان، وتنعموا بالبؤس في الأسفار مع مساكنة أهل العلم والأخبار، جعلوا المساجد بيوتهم، وجعلوا غذاءهم الكتابة، وسمرهم المعارضة، استرواحهم المذاكرة، وخلوقهم المداد، ونومهم السهاد، وتوسدهم الحصى"

“Mereka para Salaf itu, lebih memilih untuk menempuh padang gurun dan tanah kosong daripada bersenang-senang di tempat tinggal dan negeri mereka...

Mereka merasakan kenikmatan dalam kesengsaraan di dalam perjalanan bersama dengan ahli ilmu dan riwayat-riwayat...

Mereka menjadikan masjid-masjid sebagai rumah...

Mereka jadikan menulis sebagai makanan...

Menyusun kembali tulisan sebagai percakapan di waktu malam...

Mengulang pelajaran sebagai istirahat... 

Tinta sebagai parfum...

Tidurnya mereka dengan begadang...

Dan bantal mereka adalah kerikil-kerikil.” [Ma’rifah Ùumul Hadits]

Imām Ahmad ditanya:

"أيرحل الرجل في طلب العلم؟

“Apakah seseorang itu dengan menempuh perjalan atau bepergian untuk mencari ilmu?”

Beliau menjawab:

"بلى والله شديداً، لقد كان علقمة بن قيس النخعي والأسود بن يزيد النخعي وهما من أهل الكوفة، كانا إذا بلغهما الحديث عن عمر رضي الله عنه لم يقنعا حتى يرحلا إلى المدينة فيسمعا الحديث منه"

"Ya, tentu!, bahkan, demi Allōh! sangat ditekankan!.

Sungguh-sungguh, Àlqomah bin Qais An-Nakhoìy dan Al-Aswad bin Yazid An-Nakhoìy, keduanya berasal dari Kufah, apabila telah sampai kepada mereka sebuah hadits dari Ùmar rodhiallōhu ànhu, mereka tidak akan merasa cukup begitu saja, hingga keduanya melakukan perjalanan ke kota Madinah dan mendengarkan langsung hadits tersebut dari beliau.”

Imām Al-Khotib Al-Baghdadi bercerita tentang Imām Al-Bukhōriy:

"والإمام البخاري رحل إلى محـدثي الأمصـار، وكـتب بخراسان والجبال ومدن العراق كلها والحجاز والشام ومصر، وورد بغداد دفعات"

“Al-Imam Al-Bukhōriy itu telah melakukan perjalanan ke banyak ahli hadits di berbagai negeri. Menulis hadits di Khurasan, di gunung-gunung dan kota-kota di Iraq semuanya, di Hijaz, di Syām, dan di Mesir. Bolak-balik ke Baghdad beberapa kali.” [Tarikh Baghdad]

Imām Al-Hāfidhz Muhammad bin Thōhhir Al-Maqdisi bercerita:

"بلت الدم في طلبي للحديث مرتين: مرة ببغداد ومرة بمكة؛ وذلك أني كنت أمشي حافياً في سفري لطلب العلم في شدة الحر وعلى الرمضاء المحرقة، فأثر ذلك في جسدي فبلت دماً، وما ركبت دابة قط في طلب الحديث إلا مرة واحدة، وكنت دائماً أحمل كتبي على ظهري في أثناء سفري، حتى استوطنت البلاد وما سألت في حال طلبي للعلم أحداً من الناس مالاً، وكنت أعيش على ما يأتيني الله به من رزق من غير سؤال"

“Aku pernah mengalami kencing darah ketika sedang mencari hadits dua kali, sekali di Baghdad dan sekali di Makkah.

Hal itu disebabkan aku berjalan tanpa menggunakan alas kaki dalam perjalananku mencari ilmu di cuaca yang sangat panas di atas gurun yang membakar. 

Maka hal itu mempengaruhi tubuhku sehingga aku kencing darah.

Aku tidak pernah sama sekali menggunakan kendaraan untuk mencari hadits kecuali hanya sekali saja.

Aku selalu membawa kitab-kitabku dia atas punggung di dalam menempuh perjalanan sampai suatu negeri.

Aku tidak pernah meminta harta kepada seorang pun ketika mencari ilmu.

Aku hidup atas rizki yang diberikan oleh Allōh kepadaku tanpa meminta-minta.” [Tadzkirih Al-Huffadhz]

Imam Adz-Dzahabi mengisahkan tentang perjalanan Ùmar bin Àbdul Karīm Ar-Rowasi dalam mencari ilmu:

"ورحل عمر بن عبد الكريم الرواسي في طلب العلم، وسمع العلم من ثلاثة آلاف وستمائة شيخ، وفي إحدى رحلاته سقطت بعض أصابعه من شدة البرد والثلج، ولم يكن معه آنذاك ما يتدفأ به"

"Ùmar bin Àbdul Karīm Ar-Rowasi melakukan perjalanan untuk mencari ilmu dan mendengarkan ilmu dari 3.600 guru.

Pada suatu perjalanan, sebagian jari-jemarinya rontok dikarenakan cuaca yang sangat dingin dan bersalju.

Sedangkan tidak ada sesuatu pun padanya untuk menghangatkan badan!". [Tadzkiroh Al-Huffadhz]

Dan, berakata Ahmad bin Sinān Al-Wāsithiy:

"بلغني أن أحمد بن حنبل رهن نعله عند خباز على طعام أخذه منه، عند خروجه من اليمن. وسرقت ثيابه وهو باليمن، فجلس في بيته ورد عليه الباب، وفقده أصحابه، فجاءوا إليه فسألوه فأخبرهم، فعرضوا عليه ذهباً فلم يقبله، ولم يأخذ منهم إلا ديناراً واحداً، ليكتب لهم به ـ أي أخذ الدينار على أن يكون أجرة لما ينسخه لهم من الكتب ـ فكتب لهم بالأجر، رحمه الله تعالى"

“Telah sampai kepadaku berita bahwa Ahmad bin Hanbal menggadaikan sandalnya kepada seorang penjual roti karena makanan yang diambil ketika keluar dari Yaman.

Baju-bajunya dicuri ketika sedang di Yaman.

Maka dia duduk di dalam rumahnya dan menutup pintunya.

Sahabat-sahabatnya merasa kehilangan.

Maka mereka pun mendatanginya dan bertanya kepadanya, maka dia menceritakan keadaannya.

Mereka menawarkan emas akan tetapi dia menolaknya.

Dia tidak menerima dari mereka kecuali satu dirham sebagai upah menulis untuk mereka.

Maksudnya dia mengambil dinar sebagai upah menuliskan kitab untuk mereka. Maka dia menulis untuk mereka dan mendapat upah.

Semoga Allōh Ta âlā selalu beliau".
[Al-Bidāyah wan-Nihāyah]

Muhammad bin Ismāì Ash-Shoigh berkata:

“Ahmad bin Hanbal melewati kami sambil menenteng kedua sandalnya dengan kedua tangannya.

Beliau berlari di jalan-jalan kota Baghdad, berpindah dari satu halaqah ke halaqah yang lain.

Maka berdirilah ayahku dan memegang bajunya dan bertanya, ‘Wahai Abā Àbdillāh! Sampai kapan engkau terus menuntut ilmu?!', beliau menjawab: ‘Sampai mati.’”
[Syarf Ashābul Hadits]

Sungguh...

Lembar-lembar album yg telah diwarnai dengan perjuangan yg luar biasa dari mereka, untuk mengejar kemulian di sisi Allōh, dengan beribadah di atas cahaya ilmu...

Itu saja!

Nggak ada yang lainnya.

Sehingga, pantaslah Allōh telah muliakan mereka dengan diabadikan perjalanan mereka itu sebagai kenangan indah tuk tauladan diri agar selalu sadar... Betapa rendah himmah diri ini dalam menuntut ilmu...

Imām Ibnul Jauziy bersenandung syair yang indah:

كن رجلا رجله في الثرى وهامة همته في الثريا

"Jadilah kamu seorang yang kakinya berada di atas tanah***

***dan cita-citanya setinggi bintang tsurayya".

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites