Friday, February 28, 2014

NASEHAT SALAF AGAR TIDAK BERMALAS-MALASAN UNTUK KEHIDUPAN DUNIA, TERLEBIH LAGI UNTUK KEHIDUPAN AKHIRAT

NASEHAT SALAF AGAR TIDAK BERMALAS-MALASAN UNTUK KEHIDUPAN DUNIA, TERLEBIH LAGI UNTUK KEHIDUPAN AKHIRAT

‘Umar bin Al-Khatthab radhiyallahu 'anhu berkata:

ﺇﻧِّﻲ ﺃَﻛْﺮَﻩُ ﺍﻟﺮَّﺟُﻞَ ﺃَﻥْ ﺃَﺭَﺍﻩُ ﻳَﻤْﺸِﻲ ﺳَﺒَﻬْﻠَﻠًﺎ ﺃَﻱْ : ﻟَﺎ ﻓِﻲ ﺃَﻣْﺮِ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ، ﻭَﻟَﺎ ﻓِﻲ ﺃَﻣْﺮِ ﺁﺧِﺮَﺓٍ .

“Aku tidak suka melihat seseorang yang berjalan seenaknya tanpa mengindahkan ini dan itu, yaitu tidak peduli dengan kehidupan dunianya dan tidak pula sibuk dengan urusan akhiratnya.”

'Abdullah Ibnu Mas’ud radhiyallahu 'anhu berkata:

ﺇﻧِّﻲ ﻟَﺄَﺑْﻐَﺾُ ﺍﻟﺮَّﺟُﻞَ ﻓَﺎﺭِﻏًﺎ ﻟَﺎ ﻓِﻲ ﻋَﻤَﻞِ ﺩُﻧْﻴَﺎ ﻭَﻟَﺎ ﻓِﻲ ﻋَﻤَﻞِ ﺍﻟْﺂﺧِﺮَﺓِ

“Aku sangat membenci orang yang menganggur, yaitu tidak punya amalan untuk penghidupan dunianya ataupun akhiratnya.”

[Kedua perkataan sahabat di atas dinukil dari kitab Al-Adab Asy-Syar’iyyah; 4/303, karya Imam Ibnu Muflih rahimahullah]

Perbedaan Ilmu yang Bermanfaat dan Ilmu yang Tidak Bermanfaat

Perbedaan Ilmu yang Bermanfaat dan Ilmu yang Tidak
Bermanfaat
ﻗﺎﻝ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﺍﺑﻦ ﺭﺟﺐ ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ :
ﻭﻣِﻦْ ﻋﻼﻣﺎﺕ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﺍﻟﻨَّﺎﻓﻊ ﺃﻥَّ ﺻﺎﺣﺒﻪ ﻻ ﻳﺪَّﻋﻰ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻭﻻ ﻳَﻔﺨﺮ ﺑﻪ
ﻋﻠﻰٰ ﺃﺣﺪ ﻭﻻ ﻳﻨﺴﺐ ﻏﻴﺮﻩ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺠﻬﻞ ﺇﻻَّ ﻣﻦ ﺧﺎﻟﻒ ﺍﻟﺴُّﻨﺔ ﻭﺃﻫﻠﻬﺎ
ﻓﺈﻧَّﻪُ ﻳﺘﻜﻠَّﻢ ﻓﻴﻪ ﻏﻀﺒًﺎ ﻟﻠَّﻪ ﻻ ﻏﻀﺒًﺎ ﻟﻨﻔﺴﻪ ﻭﻻ ﻗﺼﺪًﺍ ﻟﺮﻓﻌﺘﻬﺎ ﻋﻠﻰٰ
ﺃﺣﺪ .
ﻭﺃﻣَّﺎ ﻣﻦ ﻋﻠﻤﻪ ﻏﻴﺮ ﻧﺎﻓﻊ ﻓﻠﻴﺲ ﻟﻪ ﺷﻐﻞ ﺳﻮﻯٰ ﺍﻟﺘَّﻜﺒﺮ ﺑﻌﻠﻤﻪ ﻋﻠﻰٰ
ﺍﻟﻨَّﺎﺱ ﻭﺇﻇﻬﺎﺭ ﻓﻀﻞ ﻋﻠﻤﻪ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﻭﻧﺴﺒﺘﻬﻢ ﺇﻟﻰٰ ﺍﻟﺠﻬﻞ ﻭﺗَﻨَﻘُّﺼﻬﻢ
ﻟﻴﺮﺗﻔﻊ ﺑﺬﻟﻚ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﻭﻫﺬﺍ ﻣﻦ ﺃﻗﺒﺢ ﺍﻟﺨﺼﺎﻝ ﻭﺃﺭﺩﺍﻫﺎ ."
) ﻓﻀﻞ ﻋﻠﻢ ﺍﻟﺴَّﻠﻒ ﻋﻠﻰ ﻋﻠﻢ ﺍﻟﺨﻠﻒ ﺹ 8 )
Berkata Al-Imam Ibnu Rajab rahimahullah,
"Dan di antara tanda tanda ilmu yang bermanfaat
bahwa pemiliknya (ilmu) tidak mengakui keilmuan
dirinya, tidak sombong dengan ilmu yang ia miliki atas
siapa pun, tidak pula ia menisbahkan kebodohan
kepada selainnya kecuali terhadap orang yang
menyelisihi Sunnah dan para pemeluknya, maka ia
membicarakan mereka karena marah yang timbul karena
Allah bukan marah yang timbul karena dirinya dan
bukan bermaksud dengannya mengangkat dirinya atas
selainnya.
Adapun orang yang ilmunya tidak bermanfaat maka ia
tidak memiliki kesibukan kecuali menyombongkan
dirinya dengan ilmunya atas manusia, ia berusaha
menampakkan keutamaan ilmunya atas selainnya dan ia
menisbahkan kebodohan kepada selainnya dan
meremehkan mereka agar meninggi dengannya dirinya
dan ini adalah di antara sifat sifat yang terjelek."
(Fadhlu Ilmis Salaf 'Alal Kholaf hal. 8)
Muhammad Al-Jawy, WA Ta'zhimus Sunnah Riau
WA Ath-Thaifah Al-Manshuroh

Thursday, February 27, 2014

ADAB-ADAB KETIKA MAKAN

SEBENTAR LAGI WAKTU MAKAN

Ingat… Ingat….

Diantara ADAB-ADAB KETIKA MAKAN....

1. Makan dan minumlah yang halal dan thoyyib.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ 

“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah”. Al Baqoroh: 172.

Jadi.... Halal dan Thoyyib...ya.

2. Hendaklah makan dan minum diniatkan agar bisa dapat beribadah kepada Alloh, agar mendapat pahala dari makan dan minummu itu.

3. Sebelum makan dan minum mengucapkan:

بِسْمِ اللَّهِ

4. Jika lupa, kemudian ingat ditengah ketika makan atau minum, maka bacalah:

بِسْمِ اللهِ فِيْ أَوَّلِهِ وَآخِرِهِ

(HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani).

5. Makan dan minum dengan menggunakan tangan kanan, dan jangan tangan kiri.
“Jika kalian hendak makan, maka makanlah dengan tangan kanan, dan jika hendak minum maka minumlah dengan tangan kanannya. Sebab syaithon makan dan minum dengan tangan kirinya”. HR. Muslim.

6. Hendaknya jangan makan sambil bersandar.
Rosululloh sholallohu 'alaihi wasallam bersabda; “Aku tidaklah makan sedangkan aku bersandar”. (HR. Al-Bukhari). 

7. Jangan meniup makanan atau minuman, serta tidak menghembuskan nafas di gelas.

Berdasarkan Hadits dari Ibnu Abbas:

نهى أن يتنفس في الإناء أو ينفخ فيه

“Rosululloh telah melarang bernafas dalam air atau meniup di dalamnya”. HR. Tirmidziy.

8. Hendaknya menerima dan rela dengan makanan dan minuman yang ada, dan tidak mencelanya. 

“Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa Sallam sama sekali tidak pernah mencela makanan. Apabila suka sesuatu ia makan dan jika tidak, maka ia tinggalkan”. (Muttafaq’alaih).

9. Membaca doa setelah makan, diantara doanya:

الْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ غَيْرَ مَكْفِيٍّ وَلَا مُوَدَّعٍ وَلَا مُسْتَغْنًى عَنْهُ رَبُّنَا

“Segala puji bagi Alloh, dengan pujian yang banyak, yang penuh dengan kebaikan da keberkahan padanya, yang senantiasa dibutuhkan, diperlukan dan tidak bisa ditinggalkan, wahai Robb kami.” HR. Al-Bukhari

Atau:

“الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَطْعَمَنِيْ هَذَا وَرَزَقَنِيْهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّيْ وَلاَ قُوَّةٍ”

“Segala puji bagi Allah yang memberi makanan ini kepadaku dan yang memberi rezeki kepadaku dan bukanlah dari daya dan kekuatanku.” At-Tirmidzi .

Atau hanya dengan mengucapkan:
الْحَمْدُ لِلَّهِ

Berdasarkan sabda Nabi:

إن الله ليرضى عن العبد أن يأكل الأكلة فيحمده عليها ويشرب الشربة فيحمده عليها

“Sesungguhnya Alloh sangat meridhoi seorang hamba jika makan suatu makanan ia memuji-Nya, dan jika minum seseutupun yang diminum, iapun memuji-Nya”. HR. Muslim.

SELAMAT MENIKMATI

                  WA
   =[Majmù Al-Fawāid]=

Sebaik baik Hari Yang Diterpa Oleh Sinar Matahari

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ﺧَﻴْﺮُ ﻳَﻮْﻡٍ ﻃَﻠَﻌَﺖْ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟﺸَّﻤْﺲُ ﻳَﻮْﻡُ ﺍﻟْﺠُﻤُﻌَﺔِ ﻓِﻴﻪِ ﺧُﻠِﻖَ ﺁﺩَﻡُ ﻭَﻓِﻴﻪِ ﺃُﺩْﺧِﻞَ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔَ ﻭَﻓِﻴﻪِ ﺃُﺧْﺮِﺝَ ﻣِﻨْﻬَﺎ
“Sebaik-baik hari yang diterpa oleh sinar matahari adalah hari Jum’at, karena pada hari itulah Adam diciptakan, pada hari itu pula dia dimasukkan ke dalam surga, dan pada hari itu pula dia dikeluarkan darinya.”
____________________
(HR. Muslim no. 854)

Hikmah mengapa adzab kubur tidak nampak bagi manusia.

Hikmah mengapa adzab kubur tidak nampak bagi manusia.

Asy-Syeikh Al-'Utsaimin -rohimahullah- menyebutkan hikmah di balik hal tersebut:

1. Apa yang diisyaratkan oleh Nabi shollallahu 'alaihi wa sallam melalui sabda beliau: (seandainya kalian tidak saling menguburkan, niscaya aku akan berdo'a kepada Allah agar memperdengarkan kepada kalian dari adzab kubur).

2. Bahwasanya tidak dinampakkannya (adzab kubur) tersebut, adalah menutupi (aib) orang yang telah meninggal.

3. Bahwa di dalamnya (tidak nampaknya adzab kubur), terdapat (hikmah agar) tidak menjadikan keluarganya cemas, sebab jika keluarganya mendengar orang yang telah meninggal disiksa dan berteriak, maka mereka (keluarganya) tidak akan merasakan ketenangan.

4. Agar tidak mempermalukan keluarganya, sebab orang-orang akan berkata: ini adalah anak kalian! Ini ayah kalian! Ini saudara kalian! (yang mana mereka sedang disiksa) dan yang semisalnya.

5. Bisa-bisa kita binasa (mendengarnya), karena suara teriakan tersebut bukan suara yang ringan,  tapi suara yang mengharuskan jantung kita copot dari gantungannya, maka manusia akan meninggal (karenanya) atau pingsan.

6. Seandainya manusia mendengar jeritan mereka yg disiksa, maka keimanan terhadap adzab kubur adalah keimanan terhadap hal yang disaksikan, bukan lagi keimanan terhadap hal ghaib, dan jika seperti ini (maka) akan luput maslahat dari ujian, karena manusia akan beriman terhadap apa yang mereka saksikan secara pasti, akan tetapi jika (hal tersebut) ghaib (tersembunyi) dari mereka, dan mereka tidak mengetahuinya kecuali melalui khabar (dalil-dalil), maka jadilah (hal itu) adalah keimanan terhadap hal yang ghaib.

Disarikan dan dibahasakan secara bebas dari kitab Syarah Al-Aqidah Al-Wasithiyyah 2/118-119 cet. Dar Ibn Al-Jauzy.
Wallahu a'lam

_______
Oleh: Al-Ustadz Irfan - Mahasiswa Jami'ah Islamic Universty Madinah Suadi Arabiyyah.

(COPY-PASTE dari Grup WA Silsilah Durus)

Untuk Apakah Waktumu Kau Habiskan?

Berkata Assyaikh Ibnu 'Utsaimin rahimahullah :

"Apabila kamu melihat waktumu berlalu begitu saja, dan umurmu pergi begitu saja, sementara kamu belum menghasilkan sesuatu yang berfaedah, dan tidak juga yang bermanfaat dan kamu tidak mendapati keberkahan pada waktu, maka hati-hatilah menimpamu perkataan Allah ta'ala :

وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطا
"Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas"
(Alkahfi)

Yakni : sia-sia atasnya dan bercerai berai tidak ada keberkahan padanya dan untuk di ketahui bahwa sebagian manusia terkadang ia berzikir kpd Allah akan tetapi ia berzikir dgn hati yg lalai maka karena itu lah ia tidak bisa ambil manfaat dan bahwa manusia yg berzikir kpd Allah dgn lisannya bukan dgn hatinya akan dicabut keberkahan dr amalannya dan waktunya sampai urusannya menjadi sia-sia atasnya, kamu dapati ia berada pada waktu yg panjang dan tidak mendapatkan apapun, akan tetapi kalau urusannya bersama Allah pasti ia akan mendapatkan keberkahan di seluruh amalannya "

Tafsir surat Al kahfi
Assyaikh Al 'Allamah Muhammad bin Sholih Al 'Utsaimin rahimahullah ta'ala

WA Ta'zhiim Assunnah riau

Hukum Khalwat, Ikhtilath dan Tabarruj

Ust. Abul Fadhl Shobaruddin Bin Arif
Pertanyaan :
Budaya Khalwat, Ikhtilath dan Tabarruj sudah menjadi corak kehidupan banyak perempuan masa kini. Tolong dijelaskan hukum syari’at dalam hal tersebut.

Jawab :
Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah mengutus Nabi shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam dengan membawa petunjuk dan agama yang lurus untuk mengeluarkan manusia dari keadaan yang gelap gulita kepada keadaan yang penuh dengan cahaya yang terang benderang. Dan Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah mengutus Nabi-Nya sebagai penyeru dan penyempurna akhlaq yang mulia. Dan tidak diragukan lagi bahwa di antara akhlaq yang mulia adalah adanya rasa malu, yang mana Rasulullah shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam mengatakan bahwa malu adalah termasuk dari cabang keimanan.
Dan secara umum kehidupan seorang muslim dan muslimah yang berpegang teguh kepada agamanya adalah kehidupan yang dibangun diatas dasar ibadah kepada Allah, menjaga kesucian diri, menjaga kemulian dan ghirah dan menjaga rasa malu.
Namum sangatlah disayangkan bahwa prinsip kehidupan tersebut banyak dilupakan atau tidak disadari oleh banyak perempuan muslimah saat ini. Corak pergaulan dan pakaian banyak perempuan saat ini adalah bentuk dari gaya jahiliyah yang dicontoh dari negeri kafir sehingga banyak dari perempuan sama sekali tidak menunjukkan ciri seorang perempuan muslimah yang penuh adab dan akhlak yang mulia dengan pakaian yang mencocoki syari’at dan menggambarkan  rasa  malu serta menjaga aurat sebagai hiasan perempuan sholihah yang merupakan dambaan setiap insan.
Dan yang lebih mengerikan lagi, ternyata fitnah perempuan pada zaman ini telah menimbulkan berbagai macam kerusakan, dan telah menyebabkan tersebarnya berbagai bentuk kekejian dan kemungkaran. Maka wajib atas setiap muslim dan muslimah untuk saling nasehat-menasehati dan saling berwasiat dalam kebenaran untuk menjaga diri kita semua dari jurang api neraka. A’adzanallahu wa iyyaka minannar.
Berikut ini uraian tiga permasalahan diatas dengan harapan bisa mengokohkan perempuan mukminah diatas kemulian dan kehormatan dan untuk merontokkan segala slogan dan seruan para pengekor syahwat dan syaithon yang ingin menjatuhkan mereka dalam jurang kehinaan dan kenistaan. Wallahul Muwaffiq.
HUKUM KHALWAT
Pengertian Khalwat
Khalwat adalah seorang laki-laki berada bersama perempuan yang bukan mahramnya dan tidak ada orang ketiga bersamanya. (Lihat Al-Mar`atul Muslimah Baina Ijtihadil Fuqoha` wa Mumarosat Al-Muslimin  hal. 111).
Khalwat adalah perkara yang diharamkan dalam agama ini, sebagaimana yang ditunjukkan oleh dalil – dalil.
Diantara  dalil-dali itu adalah sebagai berikut :
Satu : Hadits ‘Uqbah bin Amir radhiyallahu ‘anhu yang dikeluarkan oleh Bukhary-Muslim, Rasulullah shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda :
إِيَّاكُمْ وَالدُّخُوْلَ عَلَى النِّسَاءِ فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ يَا رَسُوْلَ اللهِ أَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ قَالَ الْحَمْوُ الْمَوْتُ.
“Hati-hati kalian terhadap masuk (bertemu) dengan para perempuan. Maka berkata seorang lelaki dari Anshar : “Wahai Rasulullah bagaimana pendapatmu dengan Al-Hamwu. Beliau berkata : “Al-Hamwu  adalah maut”.
Imam Muslim mengeluarkan dengan sanad yang shohih dari Al-Lais bin Sa’ad Ahli Fiqh negeri Mesir rahimahullah, Beliau berkata : “Al–Hamwu adalah saudara laki-laki suami dan yang serupa dengannya dari kerabat sang suami ; Anak paman dan yang semisalnya”.
Berkata Imam Nawawi : “Sepakat ahli bahasa bahwa makna Al–Hamwu adalah kerabat suami sang istri seperti bapaknya, Ibunya, saudara laki-lakinya, anak saudara laki-lakinya, anak pamannya dan yang semisalnya”.
Kemudian Imam An-Nawawy berkata : “Dan yang diinginkan dengan Al-Hamwu disini (dalam hadits diatas,-pent.) adalah kerabat suami selain bapak-bapaknya dan anak-anaknya. Adapun bapak-bapak dan anak-anaknya, mereka adalah mahram bagi istrinya, boleh bagi mereka ber-khalwat dengannya dan tidaklah mereka disifatkan sebagai maut”. Baca : Syarah Shohih Muslim 14/154.
Adapun sabda Rasulullah shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam : “Al-Hamwu  adalah maut”, ada beberapa penjelasan dari para ‘ulama tentang maksudnya :
  1. Maksudnya bahwa ber-khalwat dengan Al-Hamwu akan mengantar kepada kehancuran agama seseorang yaitu dengan terjatuhnya kedalam maksiat, atau mengantar kepada mati itu sendiri yaitu apabila ia melakukan maksiat dan mengakibatkan ia dihukm rajam, atau bisa kehancuran bagi perempuan itu sendiri yaitu ia akan diceraikan oleh suaminya bila sebab kecemburaannya.
  2. Berkata Ath-Thobary : “Maknanya adalah seorang lelaki ber-khalwat dengan istri saudara laki-lakinya atau (istri) anak saudara laki-lakinya kedudukannya seperti kedudukan maut dan orang arab mensifatkan sesuatu yang tidak baik dengan maut”.
  3. Ibnul ‘A’raby menerangkan bahwa orang arab kalau berkata : “Singa adalah maut” artinya berjumpa dengan singa adalah maut yaitu hati-hatilah kalian dari singa sebagaimana kalian hati-hati dari maut.
  4. Berkata pengarang Majma’ Al-Ghora`ib : “Yaitu tidak boleh seorangpun ber-khalwat dengannya kecuali maut”.
  5. Berkata Al-Qodhi ‘Iyadh : “Maknanya bahwa ber-khalwat dengan Al-Hamwu adalah pengantar kepada fitnah dan kebinasaan”.
  6. Berkata Al-Qurthuby : “Maknanya bahwa masuknya kerabat suami (bertemu) dengan istrinya menyerupai maut dalam jeleknya dan rusaknya yaitu hal tersebut diharamkan (dan) dimaklumi pengharamannya”.
Lihat : Fathul Bary 9/332 karya Al-Hafizh Ibnu Hajar dan Syarah Shohih Muslim karya Imam An-Nawawy 14/154.
Dua : Hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma riwayat Bukhary, Rasulullah shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam berkata :
لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلَّا مَعَ ذِيْ مَحْرَمٍ فَقَامَ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُوْلَ اللهِ امْرَأَتِيْ خَرَجَتْ حَاجَّةً وَاكْتُتِبْتُ فِيْ غَزْوَةِ كَذَا وَكَذَا قَالَ ارْجِعْ فَحَجَّ مَعَ امْرَأَتِكَ.
“Janganlah  seorang laki-laki ber-khalwat dengan perempuan kecuali bersama mahramnya. Maka berdirilah seorang lelaki lalu berkata : “Wahai Rasulullah, istriku keluar untuk haji dan saya telah terdaftar di perang ini dan ini”. Beliau berkata : “Kembalilah engkau, kemudian berhajilah bersama istrimu”.
Berkata Al – hafidz Ibnu Hajar dalam Fathur bari (4/ 32 – 87) : “Hadist ini menunjukkan pengharaman khalawat antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang tidak semahram, dan hal ini disepakati oleh para ‘ulama dan tidak ada khilaf didalamnya”.
Tiga : Nabi shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda :
لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ فَإِنَّ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ.
“Jangan sekali-kali seorang laki-laki bersendirian dengan perempuan karena yang ketiga bersama mereka adalah syeitan”. (Dishohihkan oleh Syeikh Al-Albany dalam Ash-Shohihah no. 430).
Ibnu Qudamah dalam Al-Mughny 9/490 setelah tentang disyari’atkannya melihat kepada perempuan yang dipinang, beliau menjelaskan beberapa hukum yang berkaitan dengannya, diantaranya beliau berkata : “Dan tidak boleh ber-khalwat dengannya karena khalwat adalah haram dan tidak ada dalam syari’at (pembolehan) selain dari melihat karena dengan khalwat itu tidak ada jaminan tidak terjatuh ke dalam hal yang terlarang”.
Empat : Hadist Jabir yang dikeluarkan oleh Imam Muslim, Rasulullah shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda :
أَلَا لَا يَبِيْتَنَّ رَجُلٌ عِنْدَ امْرَأَةٍ ثَيِّبٍ إِلَّا أَنْ يَكُوْنَ نَاكِحًا أَوْ ذَا مَحْرَمٍ.
“Janganlah seorang laki-laki bermalam di tempat seorang janda kecuali ia telah menjadi suaminya atau sebagai mahramnya”.
Imam An-Nawawi berkata dalam Syarah Shohih Muslim (14/153) : “Hadits ini dan hadits-hadits setelahnya (menunjukkan) haramnya ber-khalwat dengan perempuan ajnabiyah (bukan mahram) dan (menunjukkan) bolehnya ber-khalwat dengan siapa yang merupakan mahramnya. Dan dua perkara ini disepakai (dikalangan para ‘ulama,-pent.)”.
Dan perlu diketahui bahwa pengharaman khalawat tersebut adalah berlaku umum, baik itu dirumah maupun diluar rumah serta tempat yang lainnya. Lihat Al-Mufashshol Fii Ahkamil Mar`ah (3/ 422).
Lima : Hadits ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda :
الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ فَإِذَا خَرَجَتْ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ.
“Perempuan itu adalah aurat, kalau dia keluar maka dibuat agung/indah oleh syeitan”. (HR. At-Tirmidzi no. 1173 dan lain-lainnya dan dishohihkan oleh Syeikh Muqbil dalam Al-Jami’ Ash-Shohih).
HUKUM IKHTILATH
Makna Ikhtilath.
Makna ikhtilath secara bahasa adalah bercampurnya sesuatu dengan sesuatu yang lain (Lihat : Lisanul ‘Arab 9/161-162).
Adapun maknanya secara syar’iy yaitu percampurbauran antara laki-laki dan perempuan yang tidak hubungan mahram pada tempat. (Lihat : Al-Mufashshol Fii Ahkamil Mar`ah : 3/421 dan Al-Mar`atul Muslimah Baina Ijtihadil Fuqoha` wa Mumarosat Al-Muslimin hal. 111).
Hukum Ikhtilath.
Hukum ikhtilath adalah haram berdasarkan dalil-dalil sebagai berikut :
Satu : Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam surah Al-Ahzab ayat 33 :
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ
“dan hendaklah kamu tetap di rumahmu”.
Berkata Imam Al-Qurthuby dalam menafsirakan ayat ini : “Makna ayat ini adalah perintah untuk tetap berdiam atau tinggal di rumah, walaupun yang diperintah dalam ayat ini adalah para istri Nabi Rasulullah shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam namun secara makna masuk pula selain dari istri-istri beliau Rasulullah shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam“. (Lihat Tafsirul Qurthuby : 4/179).
Dan Ibnu Katsir berkata tentang makna ayat ini : “Tinggallah kalian di rumah-rumah kalian, janganlah kalian keluar kecuali bila ada keperluan”.
Dua : Firman Allah ‘Azza Wa Jalla dalam surah Al-Isra` ayat 32 :
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا
“Dan janganlah kalian mendekati zina”.
Larangan dalam ayat ini dengan konteks “Jangan kalian mendekati” menunjukkan bahwa Al-Qur`an telah mengharamkan zina begitu pula pendahuluan-pendahuluan yang dapat mengantar kepada perbuatan zina serta sebab-sebabnya secara keseluruhan seperti melihat, ikhtilath, berkhalwat, tabarruj dan lain-lain”. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir 3/39).
Tiga : Hadits Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma yang dikeluarkan oleh Abu Daud dengan sanad yang hasan dari seluruh jalan-jalannya, Rasulullah shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda :
لَا تَمْنَعُوْا نِسَائَكُمُ الْمَسَاجِدَ وَبُيُوْتُهُنَّ خَيْرٌ لَهُنَّ
“Janganlah kalian melarang para perempuan kalian (untuk menghadiri) mesjid, dan rumah-rumah mereka lebih baik bagi mereka”.
Dan dengan lafazh yang lain yang diriwayatkan oleh Imam Bukhary dan Imam Muslim dari hadits Ibnu ‘Umar pula, Rasulullah shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda :
لَا تَمْنَعُوا إِمَاءَ اللهِ مَسَاجِدَ اللهِ.
“Janganlah kalian melarang hamba-hamba Allah yang perempuan (untuk menghadiri) mesjid-mesjid Allah.
Hadits ini menjelaskan tentang tidak wajibnya perempuan menghadiri sholat jama’ah bersama laki-laki di mesjid, ini berarti boleh bagi perempuan untuk menghadiri sholat jama’ah di mesjid akan tetapi rumah-rumah mereka lebih baik bagi mereka. Dan para ulama fuqaha` sepakat tentang tidak wajibnya hal tersebut. Dan sebagian dari mereka memakruhkan untuk perempuan muda, adapun untuk perempuan yang telah tua maka mereka membolehkannya dan yang rojih adalah hukumnya boleh. (Lihat : Al-Mufashshol Fii Ahkamil Mar`ah: 3/424).
Berkata Imam An-Nawawy dalam Syarah Shohih Muslim (2/83) : “Ini menunjukkan bolehnya perempuan ke mesjid untuk menghadiri sholat jama’ah, tentunya bila memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh syari’at. Diantaranya tidak keluar dengan menggunakan wangi-wangian, tidak berpakaian yang menyolok dan termasuk didalamnya tidak bercampur atau ikhtilath dengan laki-laki yang bukan mahramnya”.
Empat : Hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha yang dikeluarkan oleh Imam Bukhary, beliau berkata:
اسْتَأْذَنْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ فِي الْجِهَادِ فَقَالَ : جِهَادُكُنَّ الْحَجُّ.
“Saya meminta izin kepada Nabi shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam untuk berjihad, maka Rasulullah shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda : Jihad kalian adalah berhaji”.
Berkata Ibnu Baththal dalam Syarahnya sebagaimana yang dinukil oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bary (6/75-76) : “Hadits ini menjelaskan bahwa jihad tidak diwajibkan bagi perempuan, hal ini disebabkan karena perempuan apabila berjihad maka tidak akan mampu menjaga dirinya dan juga akan terjadi percampur bauran antara laki-laki dan perempuan”.
Lima : Hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang dikeluarkan oleh Imam Muslim, Rasulullah shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda :
خَيْرُ صُفُوْفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا وَشَرُّهَا آخِرُهَا وَخَيْرُ صُفُوْفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا وَشَرُّه‍َا أَوَّلُهَا.
“Sebaik-baik shaf laki-laki adalah yang paling depan dan sejelek-jeleknya adalah yang paling belakang. Dan sebaik-baik shaf perempuan adalah yang paling belakang dan sejelek-jeleknya adalah yang paling awal”.
Berkata Imam An-Nawawy dalam Syarah Shohih Muslim : “Bahwa sesungguhnya shaf perempuan yang paling baik adalah yang paling belakang dan shaf laki-laki yang paling baik adalah yang paling awalnya, hal ini dikarenakan agar keadaan shaf perempuan dan shaf laki-laki saling menjauh sehingga tidak terjadi ikhtilath dan saling memandang satu dengan yang lainnya”.
Berkata Ash-Shon’any dalam Subulus Salam : “Dalam hadits ini menjelaskan sebab sunnahnya shof perempuan berada di belakang shof laki-laki agar supaya keadaan tempat perempuan dan laki-laki dalam sholat saling menjauh sehingga tidak terjadi ikhtilath diantara mereka”.
Berkata Asy-Syaukany dalam Nailul Authar (3/189) : “Penyebab kebaikan shof perempuan berada di belakang shof laki-laki adalah karena tidak terjadi iktilath antara mereka”.
Enam : Hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha yang dikeluarkan oleh Imam Bukhori, beliau berkata :
إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّيْ الصُّبْحَ بِغَلَسٍ فَيَنْصَرِفْنَ نِسَاءُ الْمُؤْمِنِيْنَ لَا يُعْرَفْنَ مِنْ الْغَلَسِ أَوْ لَا يَعْرِفُ بَعْضُهُنَّ بَعْضًا.
“Sesungguhnya Rasulullah shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam sholat Shubuh pada saat masih gelap maka para perempuan kaum mukminin kembali dan mereka tidak dikenali karena gelap atau sebagian mereka tidak mengenal sebagian yang lain”.
Hadits ini menjelaskan di sunnahkannya bagi perempuan keluar dari mesjid lebih dahulu daripada laki-laki ketika selesai shalat jama’ah, agar supaya tidak terjadi ikhtilath, saling pandang memandang atau hal-hal yang tidak dibenarkan oleh syari’at.
Hal serupa dijelaskan pula dalam hadits Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha riwayat Imam Bukhary, beliau berkata :
أَنَّ النِّسَاءَ فِيْ عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ كُنَّ إِذَا سَلَّمْنَ مِنَ الْمَكْتُوْبَةِ قُمْنَ وَثَبَتَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَمَنْ صَلَّى مِنَ الرِّجَالِ مَا شَاءَ اللهُ فَإِذَا قَامَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ قَامَ الرِّجَالُ.
“Sesungguhnya para perempuan di zaman Rasulullah shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam bila mereka salam dari sholat wajib, maka mereka berdiri dan Rasulullah shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam dan orang yang sholat bersama beliau dari kalangan laki-laki tetap di tempat mereka selama waktu yang diinginkan oleh Allah, bila Rasulullah shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam berdiri maka para lelaki juga berdiri”.
Berkata Asy-Syaukany dalam Nailul Authar (2/315) : “Dalam hadits ini terdapat hal yang menjelaskan tentang dibencinya ikhtilath antara laki-laki dan perempuan dalam perjalanan dan hal ini lebih terlarang lagi ketika ikhtilath terjadi dalam suatu tempat”.
Berkata Ibnu Qudamah dalam Al-Mughny (2/560) : “Jika dalam jama’ah sholat terdapat laki-laki dan perempuan maka di sunnahkan bagi laki-laki untuk tidak meninggalkan tempat sampai perempuan keluar meninggalkan jama’ah sebab kalau tidak, maka hal ini dapat membawa pada ikhtilath“.
Tujuh : Hadits Jabir Bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma riwayat Imam Bukhari, beliau berkata :
قَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْفِطْرِ فَصَلَّى فَبَدَأَ بِالصَّلَاةِ ثُمَّ خَطَبَ فَلَمَّا فَرَغَ نَزَلَ فَأَتَى النِّسَاءَ فَذَكَّرَهُنَّ.
“Rasulullah shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam berdiri pada hari Idul Fitri untuk Sholat maka beliaupun memulai dengan sholat kemudian berkhutbah. Tatkala beliau selesai, beliau turun lalu mendatangi para perempuan kemudian memperingati (baca : menasehati) mereka”.
Berkata Al-Hafizh dalam Al-Fath (2/466) : “Perkataan “kemudian beliau mendatangi para perempuan” menunjukkan bahwa tempat perempuan terpisah dari tempat laki-laki, tidak dalam keadaan ikhtilath“.
Berkata Imam An-Nawawy dalam Syarah Shohih Muslim (2/535) : “Hadits ini menjelaskan bahwa perempuan-perempuan apabila menghadiri sholat jama’ah dimana jama’ah tersebut dihadiri pula oleh laki-laki maka tempat perempuan berisah dari tempat laki-laki hal ini untuk menghindari fitnah, saling memandang dan berbicara”.
Beberapa Masalah Seputar Ikhtilath
  1. Hukum belajar di sekolah-sekolah dan universitas yang terjadi ikhtilath di dalamnya.
Berkata syaikh Ibnu Jibrin sebagaimana dalam Fatawa Fii An-Nazhor Wal Khalwat Wal Ikhtilath hal.23 : “Kami menasehatkan pada seorang muslim yang ingin menyelamatkan dan menjauhkan dirinya dari sebab-sebab kerusakan dan fitnah, tidak ada keraguan bahwa sesungguhnya ikhtilath di sekolah-sekolah adalah penyebab terjadinya kerusakan dan pengantar terjadinya perzinahan”.
Berkata Syaikh Al Utsaimin sebagaimana dalam kitab yang sama hal.26 : “Pendapat saya, sesungguhnya tidak boleh bagi setiap orang baik laki-laki dan perempuan untuk belajar di sekolah-sekolah yang terjadi ikhtilath di dalamnya, disebabkan karena bahaya besar akan mengancam kesucian dan akhlak mereka. Tidak ada keraguan bahwa orang yang bagaimanapun sucinya dan mempunyai akhlak yang tinggi, bagaimanapun bila disamping kursinya ada perempuan, terlebih lagi bila perempuannya cantik lalu menampakkan kecantikannya maka sangat sedikit yang bisa selamat dari fitnah dan kerusakan. Oleh karena itu segala yang membawa kepada kerusakan dan fitnah adalah haram”.
Berkata Syaikh Ibnu Bazz sebagaimana dalam kitab yang sama pula hal.10 : “Barang siapa yang mengatakan boleh Ikhtilath di sekolah-sekolah dan yang lainnya dengan alasan bahwa perintah berhijab hanya khusus untuk istri-istri Rasulullah shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam maka perkataan ini jauh dari petunjuk serta menyelisihi Al-Qur`an dan Sunnah yang telah menunjukkan hukum hijab berlaku umum, sebagaimana dalam firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala :
ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ
“Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka”.
Dan juga kita ketahui bahwa Rasulullah shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam diutus oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala untuk seluruh manusia tanpa kecuali, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
قُلْ يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا
“Katakanlah: “Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua”.
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا
“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan”.
Dan para sahabat yang mereka adalah sebaik-baik manusia dalam keimanan dan takwa dan sebaik-baik zaman, di masanya ternyata masih di perintahkan untuk berhijab demi kesucian hati-hati mereka, maka tentu orang-orang yang setelah mereka lebih membutuhkan dan lebih harus berhijab untuk mensucikan hati-hati mereka karena mereka berada pada zaman fitnah dan kerusakan”.
  1.  Hukum bekerja ditempat yang terjadi Ikhtilath di dalamnya.
Berkata Syaikh Ibnu Utsaimin sebagaimana dalam Fatawa Fii An-Nazhor Wal Khalwat Wal Ikhtilat hal.44 : “Pendapat saya, yakni tidak boleh Ikhtilath antara laki-laki dan perempuan baik di instansi negeri maupun swasta, karena ikhtilath adalah penyebab terjadinya banyak kerusakan”.
Berkata para Ulama yang tergolong dalam LAJNAH DAIMAH : “Adapun hukum bekerja di tempat yang (terdapat) ikhtilath adalah haram karena ikhtilath adalah penyebab kerusakan yang terjadi pada manusia”.
Berkata Syaikh Ibnu Bazz rahimahullah dalam kitab Musyarakatul Mar`ah Lir Rijal Fii Midan ‘Amal hal.7 : “Bekerjanya perempuan di tempat yang terdapat laki-laki di dalamnya adalah perkara yang sangat berbahaya. Dan diantara penyebab besar munculnya kerusakan adalah disebabkan karena ikhtilath yang mana hal itu merupakan jalan-jalan yang paling banyak menyebabkan terjadinya perzinahan”.

HUKUM TABARRUJ
Makna Tabarruj.
Tabarruj adalah apabila perempuan menampakkan perhiasan atau kecantikannya dan hal-hal yang indah dari dirinya kepada laki-laki yang bukan mahramnya, jadi perempuan yang ber-tabarruj adalah perempuan yang menampakkan wajahnya. Sehingga bila ada perempuan yang menampakkan atau memperlihatkan kecantikan wajah dan lehernya maka dikatakan perempuan itu ber-tabarruj. (Lihat Lisanul Arab Oleh Ibnu Manzhur : 3/33).
Tabarruj adalah perkara haram, sebagaimana yang ditunjukkan oleh dalil-dalil dari Al-Quran dan Sunnah Rasulullah shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam.
Dan juga kaum muslimin sepakat tentang haramnya Tabarruj sebagaimana yang dinukil oleh Al-’Allamah Ash-Shon’any dalam Hasyiyah Minhatul Ghoffar ‘Ala Dhau`in Nahar 4/2011, 2012. Lihat : kitab Hirasyatul Fadhilah hal.92 (cet.ke 7).
Berikut ini dalil-dalil yang menunjukkan tentang haramnya tabarruj :
Satu : Allah Rabbul ‘Izzah berfirman dalam surah Al-Ahzab ayat 33 :

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu bertabarruj dengan tabarruj orang-orang Jahiliyah yang dahulu”.
Berkata Imam Al-Qurtuby tentang ayat ini : “Ayat ini adalah perintah untuk tetap berdiam/tinggal dirumah. Dan sekalipun yang diperintah dalam ayat ini adalah para istri nabi shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam namun secara makna termasuk pula selain dari istri-istri nabi”. (Lihat Tafsir Al-Qurthuby : 14/179 ).
Berkata Mujahid tentang makna “Tabarrujal Jahiliyah” : “Perempuan yang keluar dan berjalan didepan laki-laki maka itulah yang dimaksud dengan “Tabarrujal Jahiliyah”.(Lihat Tafsir Ibnu Katsir : 3/482 dan Ahkamul Qur`an Oleh Al-Jashshas : 3/360).
Berkata Muqatil Bin Hayyan tentang makna “Tabarrujal Jahiliyah” : “Tabarruj adalah perempuan yang melepaskan Khimar (tutup kepala) dari kepalanya sehingga terlihat kalung, anting-anting dan lehernya”. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir : 3/482-483).
Dan Qatadah berkata dalam menafsirkan ayat “dan janganlah kamu bertabarruj dengan tabarruj orang-orang Jahiliyah yang dahulu” : “Perempuan yang berjalan dengan bergoyang dan bergaya. Maka Allah Subhanahu Wa Ta’ala melarang perempuan mealakukan itu”. (Lihat Ahkamul Qur`an  Oleh Al-Jashshas : 3/360 dan Fathul Bayan : 7/391).
Adapun makna tabarruj dalam Tafsir Al-Alusi 21/8 yakni : “Perempuan yang menampakkan perhiasan dan kecantikannya yang seharusnya tidak di nampakkan”.
Sementara Abu Ubaidah dalam menafsirkan makna tabarruj : ” Perempuan yang menampakkan kecantikan yang dapat membangkitkan syahwat laki-laki, maka itulah yang di maksud Tabarruj“. (Lihat : Tafsir Ibnu Katsir : 3/33 ).
Dua : Firman Allah Ta’ala :
وَالْقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَاءِ اللَّاتِي لَا يَرْجُونَ نِكَاحًا فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ أَنْ يَضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجَاتٍ بِزِينَةٍ وَأَنْ يَسْتَعْفِفْنَ خَيْرٌ لَهُنَّ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) untuk tabarruj dengan (menampakkan) perhiasan, dan menjaga kehormatan adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. An-Nur : 60)
Maksud dari “tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka”, yaitu pakaian yang zhohir yang menutupi muka dan telapak tangan. Demikian dalam kitab Hirasyatul Fadhilah hal.54 (cet.ke 7).
Kalau para perempuan tua dengan kreteria yang tersebut dalam ayat tidak boleh ber-tabarruj, apalagi para perempuan yang masih muda. Wallahul Musta’an.
Tiga : Firman Allah Jalla wa ‘Ala :
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ ءَابَائِهِنَّ أَوْ ءَابَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung”.(QS. An-Nur : 31)
Empat : Hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu riwayat Imam Muslim, Rasulullah shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda :
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُوْنَ بِهَا النَّاسُ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيْلَاتٌ مَائِلَاتٌ رُؤْوْسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يَجِدْنَ رِيْحَهَا وَإِنَّ رِيْحَهَا لَيُوْجَدُ مِنْ مَسِيْرَةِ كَذَا وَكَذَا.
“Dua golongan dari penduduk Neraka yang saya belum pernah melihatnya sebelumnya : Kaum yang mempunyai cambuk-cambuk seperti ekor-ekor sapi untuk memukul manusia dengannya dan para perempuan yang berpakaian tapi telanjang berjalan berlenggak lenggok, kepala mereka seperti punuk onta, mereka tidaklah masuk sorga dan tidak (pula) menhirup baunya, padahal baunya dihirup dari jarak begini dan begini”.
Berkata Imam An-Nawawy dalam syarah Muslim (14/110) dalam menjelaskan makna “Berpakaian tapi telanjang” yaitu mereka berpakaian tetapi hanya menutup sebagian badannya dan menampakkan sebagian yang lain untuk memperlihatkan kecantikan dirinya ataukah memakai pakaian tipis sehingga menampakkan kulit badannya”.
Dan Syaikh Bin Bazz Rahimahullah dalam Majmu‘ah Ar-Rosa`il Fil Hijab Wa Ash-Shufur hal.52 : “Dalam Hadits ini ada ancaman yang sangat keras bagi yang melakukan perbuatan tabarruj, membuka wajah dan memakai pakaian yang tipis. Ini terbukti dari ancaman Rasulullah shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam terhadap pelakunya bahwa mereka di haramkan masuk surga”.
Tabarruj termasuk Dosa Besar.
Imam Adz-Dzahaby rahimahullah menggolongkan tabarruj termasuk dari dosa-dosa besar, beliau berkata dalam kitab Al-Kaba`ir hal. 146-147 : “Termasuk perbuatan-perbuatan yang menyebabkan terlaknatnya seorang perempuan bila ia menampakkan perhiasan emas dan permata yang berada di bawah cadarnya, memakai wangi-wangian bila keluar rumah dan yang lainnya. Semuanya itu termasuk dari tabarruj yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala membencinya dan membenci pula pelakunya di dunia dan di akhirat. Dan perbuatan inilah yang banyak dilakukan oleh kaum perempuan sehinga Nabi shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda tentang para perempuan bahwa : “Aku menengok ke dalam Neraka maka aku melihat kebanyakan penghuninya adalah perempuan”. Dan bersabda Nabi shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam :
مَا تَرَكْتُ بِعْدِيْ فِتْنَةً هِيَ أَضَرُّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ.
“Saya tidaklah meninggalkan suatu fitnah setelahku yang paling berbahaya atas kaum lelaki daripada fitnah perempuan”.
Dan dari bahaya fitnah perempuan terhadap laki-laki yakni keluarnya perempuan dari rumah-rumah mereka dalam keadaan ber-tabarruj karena hal itu dapat menjadi sebab bangkitnya syahwat laki-laki dan terkadang hal itu membawa kepada perbuatan yang tidak senonoh. (Lihat : Al-Mufashshol Fii Ahkamil Mar`ah : 3/416).
Dari uraian di atas, telah jelas bahwa tabarruj yang dilarang adalah tabarruj yang dilakukan bila keluar rumah. Adapun bila perempuan tersebut berhias dirumahnya dan menampakkan perhiasan dan kecantikan kepada suaminya maka hal ini tidak mengapa dan tidak berdosa bahkan agama memerintahkan hal tersebut.
Akibat-Akibat Yang Ditimbulkan Dari Fitnah Ikhtilath dan Tabarruj
  1. Ikhtilath adalah jalan dan sarana yang mengantar kepada segala bentuk perzinahan yakni zina menyentuh, melihat dan mendengar. Dan zina yang paling keji adalah zina kemaluan yang mana Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengancam pelakunya dalam surah Al-Furqan ayat 68-69 dan surah Al-Isra` ayat 32. (Lihat : Ahkamun Nisa` 4/357).
  2. Ikhtilath dan Tabarruj menyebabkan perkelahian dan peperangan di antara kaum muslimin. Hal ini disebabkan karena dalam ikhtilath terjadi kedengakian dan kebencian  serta permusuhan di antara laki-laki karena memperebutkan perempuan atau sebaliknya terjadi kedengkian, kebencian dan permusuhan anatara perempuan karena memperebutkan laki-laki. (Lihat : Ahkamun Nisa` 4/355-357).
  3. Ikhtilath dan Tabarruj menyebabkan perempuan tidak punya harga diri sebab ketika bercampur dengan laki-laki maka perempuan tersebut dapat dipandang dan dilihat oleh laki-laki sekedar untuk dinikmati, ibarat boneka yang hanya dilihat dari kecantikan raut muka dan keindahannya. (Lihat Majmu‘ah Ar-Rosa`il Fil Hijab Wa Ash-Shufur oleh Lajnah Da`imah hal. 119).
  4. Ikthilath dan Tabarruj menyebabkan hilangnya rasa malu pada diri perempuan yang mana hal itu adalah ciri keimanan dalam dirinya, karena ketika terjadi ikhtilath dan tabarruj maka perempuan tidak lagi mempunyai rasa malu dalam menampakkan auratnya. (Lihat Risalatul Hijab oleh Syeikh Al-’Utsaimin hal. 65).
  5. Ikhtilath dan Tabarruj menyebabkan ketundukan dan keterikatan pria yang sangat besar terhadap perempuan yang dia kenal dan dilihatnya. Dan hal inilah yang menyebabkan kerusakan besar pada diri laki-laki sampai membawanya kepada perbuatan yang kadang tergolong kedalam kesyirikan. Rasulullah shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda :
مَا تَرَكْتُ بِعْدِيْ فِتْنَةً هِيَ أَضَرُّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ.
“Saya tidaklah meninggalkan suatu fitnah setelahku yang paling berbahaya atas kaum lelaki daripada fitnah perempuan”.
  1. Perbuatan ikhtilath dan tabarruj adalah perbuatan yang menyerupai prilaku orang-orang kafir dari Yahudi dan Nashoro karena hal itu adalah kebiasaan-kebiasaan mereka. Sedangkan Rasulullah shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda :
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ.
“Barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk dari golongan mereka”.
(Lihat perkataan sekelompok ulama dalam kitab Majmu’ Rosa`il  hal. 52).
Kesimpulan.
Berdasarkan penjelasan ayat-ayat Al-Qur`an dan hadits-hadits Nabi shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam serta penjelasan para ulama, juga melihat bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh khalwat, ikhtilath dan tabarruj maka jelaslah bahwa khalwat, ikhtilath dan tabarruj merupakan hal yang diharamkan. Dan seharusnya bagi seorang muslim dan muslimah apabila Allah Ta’ala dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu perkara, hendaknya bersikap tunduk dan patuh pada perintah-Nya sebagai aplikasi keimanan kepada-Nya, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala :
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka”. (QS. Al-Ahzab : 36).
Al-Hamdu Lillahi Rabbil ‘Alamin. Wallahu A’lam.
Sumber : Majalah An-Nashihah Vol.5 (www.an-nashihah.com)

Wednesday, February 26, 2014

DI RUANG RINDU

DI RUANG RINDU

Terkisah. . .

Setelah Rasululloh wafat, shohabat Bilal bin Abi Rabah berbulat tekad untuk murobathah fy sabilillah (berjihad di tapal batas daerah kaum muslimin). Itu berarti beliau tak akan mengumandangkan adzan lagi. Hal ini beliau pertegas dengan mengatakan, "Sungguh aku tak akan mengumandangkan adzan untuk seorang pun sepeninggal Rasulullah."

Mengetahui niatan Bilal, kholifah Abu Bakar memanggil dan membujuknya, "Bilal, urungkanlah niatmu dan tetaplah menjadi muadzin kami," rayu Abu Bakar.

"Kholifah, aku sangat menghormatimu karena engkau telah memerdekakanku. Namun, jika engkau memerdekakanku agar aku menjadi milikmu, lakukan apa yang engkau suka. Dan jika engkau memerdekakanku karena Allah, biarkanlah aku pergi," kata Bilal.

Demi mendengarnya, sang kholifah tak sanggup menghalangi niatan Bilal, "aku memerdekakanmu karena Allah, wahai Bilal."

Bilal pun pergi ke Syam menjadi mujahid dan siap sedia untuk berjihad. Beliau terus berjihad sampai tampuk kekhilafahan berpindah ke pangkuan Umar bin Khottob. Dan selama itu pula Bilal tak pernah mengumandangkan adzan.

Hingga pada suatu hari, Umar mengunjungi Syam. Selayaknya seorang pemimpin, banyak laporan, masukan juga permintaan kepada beliau. Salah satunya, agar beliau mau membujuk Bilal mengumandangkan adzan.

Karena Umar juga teramat rindu, beliau segera memanggil Bilal dan membujuknya. Di awal, Bilal berusaha menolak. Namun karena Umar terus mendesak dan memaksa, akhirnya Bilal takluk juga.

Saat waktu sholat tiba, Bilal naik dan mengumandangkan adzan. Begitu lantunan adzan menggema, bayang-bayang Rasululloh seolah hadir di tengah-tengah para shohabat. Kenangan-kenangan masa lalu mengantarkan mereka ke ruang rindu. Rindu akan sosok yang teramat spesial. Tak terasa air mata pun menetes dari pelupuk mata. Menetes dan terus menetes hingga orang yang tak pernah bertemu Rasululloh pun terbawa ke ruang rindu.. dan ikut menangis. Mereka menangis seakan-akan mereka tidak pernah menangis sebelumnya, selamanya. (siyar a'laamin nubalaa')

Akhi, bagaimana dengan antum? Tidakkah antum ingin masuk ke ruang rindu? Rindu akan sosok yang teramat spesial? Rindu akan sosok yang sangat merindukanmu hingga beliau harus berjuang mengendapkannya?

Imam muslim meriwayatkan sebuah hadits dari shohabat Abu Huroiroh. Saat itu beliau mendatangi sebuah kuburan. Beliau berdoa, "ASSALAMUALAIKUM DAARA QOUMIN MU'MININ. WA INNA INSYA ALLAH BIKUM LAAHIQUN ( Kesejahteraan atas kalian, penghuni kampung kaum mu'minin. Dan insya Allah kami akan segera menyusul kalian."

Kemudian Rasul mengungkapkan rasa, "Sungguh aku sangat rindu bertemu ikhwan-ikhwanku."

Para sahabat bertanya, "Bukankah kami ikhwan-ikhwanmu, duhai Rasululloh."

"Bukan. Kalian adalah para sahabatku. Ikhwan-ikhwanku adalah umatku yang datang setelah kita," jelas Rasululloh.

"Lalu, bagaimana cara engkau mengetahui umatmu yang datang setelahmu, ya Rasululloh?" tanya sahabat lagi.

"Bagaimana menurut kalian jika seseorang memiliki kuda ghurrah (berwarna putih keningnya),  muhajjalah (berwarna putih keempat kakinya) berada dalam kerumunan kuda yang berwarna hitam legam, bukankah dia akan tahu kuda miliknya"

"Tentu, wahai Rasululloh."

"Begitulah aku mengetahui ikhwan-ikhwanku. Mereka akan datang di hari kiamat, wajah, kedua tangan dan kedua kaki mereka memancarkan cahaya karena wudhu'. Dan aku setia menunggu mereka di telagaku."

Begitulah, akhi. Beliau sangat merindukan kita. Tidakkah kita merindukan beliau? Bagaimana dengan wudhu kita? Bagaimana dengan sholat kita?

Tidakkah engkau merenungi awal mula diwajibkannya sholat. Anas bin Malik -sebagaimana dalam shohehain- menceritakannya kepada kita. Ringkas kata, beliau di-isro'-kan oleh Allah dari Masjidil haram menuju Masjidil aqsha. Dari Masjidil Aqsha beliau di-mi'roj-kan hingga ke sidrotul muntaha, terletak di langit ketujuh. Selama perjalanan beliau berjumpa dengan bapak dan saudara-saudara beliau dari kalangan para Nabi. Sungguh momen yang mengharukan. Sesampainya di sidrotul muntaha, Allah mewajibkan kepada beliau dan umatnya 50 sholat dalam sehari semalam.

Setelah mendapatkan titah, beliau hendak turun ke bumi. Ketika melewati langit keenam, buru-buru Nabi Musa bertanya, "Saudaraku, apa yang diwajibkan Rabb-mu atas umatmu?"

"50 sholat dalam sehari semalam," jawab Rasululloh.

"Kembalilah menemui Rabb-mu dan mintalah keringanan. Umatmu tak akan sanggup menjalankannya. Aku telah berpengalaman mengurusi bani isroil."

Seketika Rasululloh teringat kaumnya. Rasululloh merasa kasihan terhadap kaumnya. Beliau tak tega melihat kaumnya tak sanggup menunaikan kewajiban lalu mendapat adzab. Akhirnya beliau segera kembali menuju Rabb-nya, meminta keringanan.

Bayangkan, akhi, jika engkau harus meminta dispensasi untuk saudara antum kepada atasan atau yang semisal. Ada rasa malu, sungkan, takut yang harus antum endapkan, bukan? Lalu, bagaimana jadinya jika antum meminta kepada Sang Penguasa alam semesta. Dzat yang benar-benar mampu memegang tangan kanan antum, lalu memotong urat nadi jantung antum.

Namun beliau endapkan semua rasa itu dan memberanikan diri menghadap Rabbul 'Alamin. Lebih daripada itu, beliau lakukan sebanyak sembilan kali. Duh.. betapa banyak dari kita yang tak menyadarinya. Betapa banyak pula dari kita yang tak mensyukurinya.

Ya Allah, sampaikanlah permintaan maaf kami kepada Rasululloh...

Semuanya demi kita, akhi. Semuanya demi umatnya. Sungguh benar apa yang Allah firmankan, " telah datang Rasul dari jenis kalian sendiri, berat terasa olehnya penderitaan kalian, sangat menginginkan keimanan dan keselamatan untuk kalian, amat belas kasihan dan penyayang terhadap kaum mukminin."

Memang beliau pantas disifati dengan yang demikian. Shohabat Abdulloh bin Amer bin Al Ash mengkisahkan -sebagaimana dalam shoheh muslim-,

Suatu hari, Nabi membaca firman Allah ta'ala tentang doa Nabi Ibrohim, "Rabb-ku, sungguh berhala-berhala itu telah menyesatkan banyak orang. Barangsiapa diantara mereka yang mengikutiku, maka dia termasuk golonganku. Dan barangsiapa yang mendurhakaiku, maka sungguh Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

Beliau juga teringat firman Allah tentang doa Nabi Isa, "jika Engkau mengadzab mereka, maka mereka adalah hamba-hamba-Mu, dan jika Engkau mengampuni mereka, memang Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."

Beliau pun teringat umatnya. Berat dirasa olehnya penderitaan umatnya, sangat menginginkan keimanan dan keselamatan untuk umatnya, amat belas kasihan lagi penyayang kepada umatnya. Tak terasa beliau meneteskan air mata seraya menengadahkan kedua tangan ke langit, "ya Allah, umatku.. umatku.. "

Beliau menangis, akhi. Beliau menangis demi umatnya, demi kita. Tidakkah kita rindu kepada beliau?

Bukankah dahulu kita tersesat, lalu Allah beri hidayah dengan sebab sunnah Rasul? Bukankah kita dahulu selalu merasa miskin, kemudian Allah berikan sifat qona'ah dengan kedatangan sunah Rasul? Bukankah kita dahulu bermusuhan lalu Allah rajut tali ukhuwah dengan kehadiran sunnah Rasul?

Tidakkah kita ridho semua orang pulang membawa dunia, dan kita pulang membawa Rasululloh ? Wallahi.. kita lebih ridho sunnah Rasul ketimbang dunia dan seisinya.

Al Imam At Tirmidzi berkata mengenai kitabnya "sunan tirmidzi", "barangsiapa yang memiliki kitab ini dirumahnya, seakan-akan Nabi berbicara di rumahnya." (Tadzkirotul huffadh)

Bagaimana dengan kita?? Sudahkah memiliki shoheh bukhori, shoheh muslim ataupun kitab induk hadits lainnya? Atau minimalnya, sudahkah kita menghapal Arba'in Nawawi ??

Semoga di ruang rindu kita bertemu Rasululloh, sebelum nantinya kita bertemu di telaganya dan menjadi tetangga beliau di Firdaus Al A'la. Amin.
Wallahu a'lam.

15.11_maktabah_daarul_hadits_bil_fuyush_
_yahya_alwindany_ (salah satu thulab di Darul Hadist Fuyus,Yaman)

Forward group Whatsapp Salafy Lintas Negara

Kisah Nyata Seorang Pemuda yang Memilih Islam Sebagai Agamanya

Bacaan bermanfaat dan berfaidah... Mengiringi perjalananmu menuju... Kantor...pasar...sekolah... Dst...

[Daripada baca koran bikin pusing]

======================
(Kisah Nyata Seorang Pemuda yang Memilih Islam Sebagai Agama)
======================

Berikut ini adalah kisah seorang teman saya, lebih tepatnya adik kelas waktu SMA.

Tentang awal keyakinannya untuk memilih Islam sebagai agamanya dengan konflik yang timbul setelahnya.

Pada akhirnya, semoga tulisan ini bermanfaat dan bisa diambil ibrah untuk kita semua.

"IJINKAN AKU TETAP MEMANGGILMU IBU"

.....Aku mencoba menulis untuk diriku, menulis tentang sepenggal kisah hidupku.

Yah, kalau mau kita spesifikkan tentang sepenggal episode kehidupan masa laluku.

Kehidupan yang selama ini kupendam dan tak ada yang tahu selain aku, beliau, dan Rabbku. Kehidupan yang menjadi pijakan pertama untuk memulai suatu kehidupan jauh lebih indah dari yang kubayangkan sebelumnya.

Kehidupan yang membuatku sadar akan pilihan yang kuambil beserta semua konsekuensinya dan kepada siapa akan kukembalikan semuanya.

Namaku Irwan.

Tunggu dulu, jangan berpikir ini kisah picisan remaja galau, dan juga jangan kira ini drama percintaan bak film korea dengan segala intrik dan perang dinginnya.

Bukan, Ini tentang aku dan kehidupanku.

Aku terlahir pada keluarga non-muslim yang tumbuh dan dibesarkan dalam nuansa keagamaan yang begitu kental. Keluargaku termasuk penganut ibadah yang taat.

Teringat jelas bagaimana kehidupan yang kujalani saat itu.

Tapi tunggu dulu, bukan kisah itu yang ingin kuceritakan.

Tapi tentang kisah titik balik kehidupanku menjadi seorang muslim.

Aku mulai kisahnya pada tanggal 1 Ramadhan 1428 Hijriyah.

Entah apa yang ada dibenakku saat itu tapi tiba-tiba aku merasa tertantang untuk ikut berpuasa bersama mayoritas penduduk negeri ini.

Ingin kubuktikan bahwa aku juga kuat berpuasa, jangan remehkan ya! Kabar baiknya hari pertama berlalu dengan lancar tanpa ada kendala, dan kabar buruknya orang tuaku tidak tahu apa yang anaknya ini lakukan.

But I think it’s not a big deal.

Ikut puasa sampai 30 hari penuh, Why not?! Itu rencanaku.

Tapi semua berubah di hari ke-3.

Bibiku tahu kalau aku sedang berpuasa (sial –pikirku-).

Untungnya dia seorang muslimah tidak seperti kedua orang tuaku.

Masih teringat jelas apa yang beliau tanyakan padaku saat itu, “Apakah kamu yakin puasamu nanti diterima oleh Yang di Atas?” Bah, pertanyaan macam apa ini! Bukan itu tujuanku ikut puasa. Aku hanya bisa terdiam membisu, hening tak berkata kemudian berlalu pergi.

Pertanyaan bibiku itu dengan sukses berhasil mengganggu jadwal tidurku.

Aku bertanya pada diriku sendiri...

“Kenapa aku terlahir di keluarga ini?

Kenapa ayah dan ibuku keluar dari agama Islam?

Kenapa semua ini rasanya berat untuk terfikirkan di kepalaku?”

Aku merasa iri kepada mereka yang sudah berIslam sejak lahir.

Kenapa? Karena mereka tidak perlu menemukan alasan mengapa mereka beragama Islam.

Bukan bermaksud menghakimi, just my opinion.

Aku sedikit belajar tentang Islam waktu di SD dan SMP.

Menurutku, Islam agama yang menarik tapi belum cukup untuk membelokkanku dari jalan hidupku waktu itu.

Tahun demi tahun pun berjalan sebagaimana biasanya, tanpa perbedaan.

Tapi sekarang, tahun ini sepertinya akan jadi tahun yang berat dalam hidupku. Kalian tahu kenapa? Keisenganku berpuasa, pertanyaan bibiku, dan ketertarikanku dengan Islam. Semua memang sudah tertulis di Lauhul Mahfudz sana.

Ini bukan kebetulan, tapi ini sebuah takdir yang telah Dia tuliskan untukku.

Begitu berat tetapi Deal or no deal, it’s must be a deal. Menerima takdir adalah sebuah keharusan.

Bukan sebuah kewajiban sebagaimana peraturan di sekolah yang kadang bisa dilanggar.

Semakin lama aku semakin tertarik dengan Islam.

Semakin sering aku membaca tentang kisah-kisah islam, mendengarkan ceramah, dan tanpa kusadari hatiku merasa tentram bersamanya.

Terselip banyak ketenangan batin ketika mempelajari itu semua. Aku merasa tahun-tahun itu menjadi tahun yang paling berkesan sepanjang hidupku.

Beberapa hari telah kulalui sejak kejadian itu.

Entah sudah hari ke berapa, tapi yang jelas sudah kuputuskan. Ya, benar, sudah kuputuskan untuk menemui bibiku. Aku sudah memikirkannya, memikirkan tentang sebuah ketakutan.

Takut jika ternyata keputusanku salah.

Takut jika yang kulakukan selama ini sia-sia, takut jika ternyata tempat kembaliku adalah neraka, dan yang paling kutakutkan adalah jika aku kekal tinggal di sana selamanya. 

Wal ‘iyadzubillah.

Saat itu kutetapkan hatiku untuk memilih jalanku dengan segala konsekuensi dan tanggung jawabnya.

Akhirnya, kuikrarkan dua kalimat yang penuh makna itu. Syahadat…

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ

Ya benar, dua kalimat Syahadat. Hatiku tak kuasa menahan haru yang luar biasa.

Kini aku seorang mu’allaf.

وَكُنتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَ‌ةٍ مِّنَ النَّارِ‌ فَأَنقَذَكُم مِّنْهَا

“… dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya.” (QS. Ali Imran: 103).

Alhamdulillah, bibiku dengan senang hati mengajariku untuk berwudhu, juga sholat, beliau juga mengajariku beberapa surat pendek. Paginya, aku pertama kalinya melakukan sholat shubuh.

Entah aneh rasanya, melakukan yang tidak biasa kita lakukan, rasanya seperti kita sudah terbiasa minum kopi, tapi tiba-tiba kita diharuskan terbiasa untuk minum madu dan jahe.

Di roka’at kedua, tak terasa air mataku menetes.

Tapi, bukan kesedihan, kegalauan, ataupun rasa berdosa yang mendera.

Ketenangan, tenang rasanya, penuh kedamaian…

Ya Allah, Allah, Allah..

tak henti-hentinya hatiku memanggilnya…

Tetesan air mata yang menemaniku diawal subuh sebagai seorang muslim..

Beberapa hari kemudian, aku menemui guru pengajar agamaku (agama yang dulu) di sekolahku. Aku menyatakan telah memeluk agama Islam.

Sepertinya dia terguncang dengan pernyataanku, dia menyesalkan kenapa aku tidak terlebih dahulu berkonsultasi kepadanya.

Tapi sekali lagi, It’s not a big deal.

Bukan hal yang besar untuk dipermasalahkan.

Baiklah, langkah selanjutnya aku harus menemui guru pengajar agama Islam untuk bisa mengikuti pelajaran beliau.

Aku datang kerumah beliau dengan seorang teman yang sering aku ajak berkonsultasi tentang agama islam.

Kaget! Ya, aku kaget. Guru pengajar agama Islam, Pak Andik malah menyuruhku memikirkan ulang keputusanku memilih agama Islam.

Bagiku ini bukan pilihan, tapi keharusan.

Beliau menyuruhku untuk kembali ke rumahnya minggu depan, untuk menentukan pilihan dan memberikan waktu bagiku untuk memantapkan hati.

Oke, hari itu cukup membuatku untuk menjadi galau, tapi bukan galaunya anak-anak boyband. Apalagi aktor BBF dari korea itu!! (Ngawur, ed) Setelah semua yang aku lalui, beliau menyuruhku untuk memikirkan kembali keputusanku.

Dengan mantap aku katakan tidak! Aku tetap pada keputusanku.
Seminggu kemudian aku datang kerumah beliau dan dengan tetap pada keyakinanku.

Tak tergoyahkan dan tak mengubah kemantabanku sedikitpun.

Ingat, sedikitpun!! Begitu besar keyakinanku untuk memilihnya dan sungguh sesuai dugaan.
Beliau senang, ternyata yang diucapkannya minggu lalu hanya untuk mengetes keyakinanku.

Ingin rasanya kubilang WOW (tanpa salto, ed) waktu itu di depan beliau, tapi aku masih punya sopan satun. Baiklah, karena WOW (sekali lagi tanpa salto, ed) belum populer di masa itu.

Kita sudahi pembahasan WOW tanpa salto itu, karena minggu depan aku sudah bisa mengikuti pelajaran beliau.

Pelajaran Agama Islam..

Tahukah engkau wahai saudaraku, apakah manusia itu bebas berkata, “Aku beriman” lalu mereka dibiarkan saja dan tidak mendapat ujian? ....

Kurasa semua telah paham.

أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَ‌كُوا أَن يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?” (QS. Al-Ankabut: 2).

Inilah ujian berikutnya, pertengahan bulan Ramadhan, guru agamaku yang dahulu memintaku untuk bertemu dengannya.

Apakah ajakan untuk berkencan? Jelas bukan!

Dia memintaku untuk untuk membuat surat pernyataan bahwa aku yang sudah beragama islam. Tanpa curiga kuikuti kemauannya. Inilah awal petaka dari rentetan petaka-petaka yang ada.

Malam harinya saat Ayah dan Ibuku pulang dari ibadah rutinnya, tak ada angin tak ada hujan, Ibuku membentakku, mencemooh dan memarahiku, menyesal punya anak sepertiku.

Aku lupa menceritakan kepada kalian bahwa aku belum memberitahu orang tuaku bahwa anaknya telah memeluk agama Islam (But It’s not a big deal sengaja dihapus oleh editor, ed).

Anak yang tak tahu balas budi. “Sepertinya ini ada hubungangnya dengan surat pernyataan itu,” pikirku -kemudian hening-.

Karena satu patah kata hanya akan memperkeruh udara rumah, membuat oksigen berkurang dan udara menjadi pengap.
Ibuku menangis sejadi-jadinya, dia tidak ingin punya anak sepertiku. Baiklah, kuturuti kemauannya. Mungkin, ibuku juga butuh waktu untuk menerima kenyataan ini.

Malam itu aku pergi dari rumah, dengan pakaian yang masih melekat di badan.
Kemana tempat tujuanku? Sekolah, tepatnya di masjid Sekolah SMA.

Rumah Allah, Rabbku, Rabb semesta alam.

Malam itu aku pergi ke masjid sekolah sambil menangis.

Mengadu kepada Rabbku. Aku tidak mengeluhkan tentang beratnya ujian ini, aku hanya meminta kekuatan untuk bisa menghadapinya. Aku tahu aku tak bisa mengahadapi ini sendirian. Kukeluarkan ponselku, sekedar untuk mengetik pesan singkat kepada teman-temanku. Siapa saja, tolonglah!

Aku butuh seseorang.

Aku butuh teman. Tapi tak ada satupun yang datang. Baiklah, lagi-lagi aku katakan, It’s not a big deal. Tidak masalah, akhirnya kuhabiskan malam ini di sekolah.
Paginya, seorang temanku datang ke sekolah.

Alhamdulillah, Allah tidak membiarkanku terlalu lama sendirian.

Sendirian itu tidak enak.

Siang harinya -entah dari mana mereka tahu- orang tuaku menjemputku ke sekolah. Mereka memintaku untuk pulang.

Apakah kisahnya sudah selesai?

Tentu saja belum.

Aku pulang dengan ragu.
Ayah dan Ibu hanya diam di rumah, aku juga diam.

Haripun berlalu.

Keesokan harinya, saat sedang menonton TV, ibuku datang menghampiri. Beliau memperlihatkan catatan kadar gula darahnya yang di atas normal. Beliau bertanya kepadaku apakah aku tidak kasihan kepadanya. Tentu saja aku kasihan. “Aku ini anak yang normal Bu,” batinku.  Beliau mengancam akan terus menambah gula darahnya jika aku tidak kembali pada agama mereka. Lagi-lagi hanya bisa diam. Tapi kali ini aku berkata dalam hati, “Bahkan jika engkau wahai ibuku, punya 100 nyawa sekalipun, aku akan tetap memilih jalan ini.”

لاَ تَفْعَلِي يَا أُمَّه، إِنِّي لاَ أَدَعُ دِيْنِي هَذَا لِشَيْءٍ

“Jangan engkau lakukan itu wahai ibuku, sesungguhnya aku tidak akan meninggalkan agamaku ini.”

تَعْلَمِيْنَ وَاللهِ يَا أُمَّاهُ لَوْ كَانَتْ لَكِ مِئَةُ نَفْسٍ فَخَرَجَتْ نَفْسًا نَفْسًا مَا تَرَكْتُ دِيْنِيْ

“Demi Allah, ketahuilah wahai ibu seandainya engkau mempunyai seratus nyawa dan keluar satu persatu, maka aku tidak akan meninggalkan agama ini.”

(Sa’ad bin Abi Waqqash kepada ibundanya).

Maaf, apakah kalian pikir hal ini mudah bagiku? Tidak! Rasanya berat.

Sungguh sangat berat.

Bayangkan jika orang yang kalian cintai, sayangi dan kasihi berkata seperti itu hingga menetes air mata beliau.

Tapi tetap kucoba untuk menjelaskan kepada ibuku secara perlahan tentang pilihanku, jalanku.

Bersama derai air mata, aku meminta sedikit rasa iba dari hati ibuku.

Meminta sedikit pengertian untuk menerimaku..

Aku anakmu bu..

Aku anakmu...

Anak yang kau kandung selama 9 bulan 10 hari...

Kau rawat dan kau jaga...

Aku akan tetap menyayangimu...

Akan menyayangimu...

Kupeluk ibuku dengan penuh kasih sayang...

Ibu, aku tak akan pernah membencimu..

Meneteslah air mata ibuku..

Meskipun jalan kita berbeda tapi aku anakmu, aku tetap menyayangimu. Bukan aku tak peduli dengan ancamanmu tetapi bukan itu tujuanku.

Aku ingin kau menerimaku dengan ketulusanmu sama seperti ketika engkau membesarkanku mulai kecil sampai saat ini.

Ujian berikutnya datang dari paman dan bibiku, aneh.

Mereka memintaku untuk kembali keagama yang dulu.

Karena mereka merasa kasihan kepada ibuku, iba terhadap kondisinya. “Sekarang siapa yang jadi lemah, kalian tidak melihat aku juga sangat menderita di sini,” pikirku.

Apakah kalian tak melihat tersayatnya hatiku?...

Ayolah, aku juga menderita. Tetapi, aku tetap di atas keyakinanku, dan jangan goyahkan itu.

Kali ini aku berani mengeluarkan kata-kata karena memang aku yakin jika aku ada di atas kebenaran.

Tanggal 1 Syawal 1429 Hijriyah, pertama kalinya aku mengikuti sholat ‘ied. Alhamdulillah, sekarang ibuku menyiapkan pakaianku untuk pergi mengikuti sholat. Senang rasanya bisa menyelesaikan 30 hari berpuasa. Aku ingin menggunakan kesempatan ini untuk meminta maaf kepada Ayah dan Ibuku.

Tapi saat kuhampiri ibuku yang duduk di sofa, saat kuulurkan tanganku untuk meraih tangannya, bliau enggan menyambut tanganku, beliau enggan untuk memaafkanku. Aku menangis, kuhampiri ayahku. Tapi syukurlah kali ini ayahku bersedia memaafkanku. Cukup untuk tidak membuatku lebih terluka.

Itulah sepenggal kisahku. Sekarang sudah tahun ke-5 sejak hari itu. Kini ibuku rela bangun pagi hanya untuk mengingatkan agar aku tak lupa untuk makan sahur.

Beliau selalu mengingatkanku untuk menjaga kesehatan, bahkan mengingatkanku untuk rajin minum susu agar aku kuat untuk menjalani puasa.

Alhamdulillah, meski kami berjalan di atas jalan yang berbeda, takkan lelah hati ini berharap mereka kelak bisa shalat berjamaah denganku, melewati puasa Ramadhan bersama, dan kembali memeluk agama yang diridhoi Allah ta’ala. Insya Allah.

Yaa Allah, tak lelah hati ini meminta dan mengiba padamu.

Tak lelah hatiku berharap kan cahaya darimu ...

Bimbing aku agar selalu dekat denganMu
Lindungi aku dari segala kejahatan dunia dan peluklah aku dalam naungan kasih sayangMu.

Engkaulah Rabb seluruh alam, Engkaulah tempatku meminta..

Engkau.. hanya Engkau..

...ditulis oleh Irwan Abu Abdirrahman Al-Magetaniy dengan perubahan dan tambahan.

_______
Sumber:
http://rizkytulus.wordpress.com/2012/12/23/ijinkan-aku-tetap-memanggilmu-ibu-kisah-nyata-seorang-pemuda-yang-memilih-islam-sebagai-agama/

Seorang yang dungu berbicara dalam masalah Ummat (besar)

Hadits Pilihan Malam Ini

Dari shohabat Abu Hurairoh rodhiallohu’anhu, ia berkata:

Rosululloh sholallohu’alaihi wasallam bersabda:

«قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَيَأْتِي عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتُ يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ قِيلَ وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ قَالَ الرَّجُلُ التَّافِهُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ»

“Kelak akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh dengan tipu daya…

…(pada saat itu; pent.)…

Akan dibenarkan para pendusta…

Akan didustakan orang yang Jujur…

Akan diberi amanah para penghianat…

Akan dianggap sebagai penghianat orang yang jujur…

Dan akan berbicara Ar-Ruwaibidhoh!”

Beliau ditanya:

“Siapakah itu Rowaibidhoh?”

Beliau mejawab:

“Seorang yang dungu berbicara dalam masalah Ummat (besar)”.

[HR. Ahmad: 2/ 291, Al-Hakim: 4: 512, Ibnu Majah: 4042]

  =Majmù Al-Fawāid=

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites