Thursday, July 31, 2014

Komitmen dalam beramal

Untaian Faidah Nabawiyah

(50) Komitmen Dalam Beramal

عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَحَبُّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا، وَإِنْ قَلَّ»، قَالَ: وَكَانَتْ عَائِشَةُ إِذَا عَمِلَتِ الْعَمَلَ لَزِمَتْهُ

Dari Aisyah radhiallahu 'anha Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah yang terus-menerus walaupun sedikit." Dahulu Aisyah radiallahu 'anha kalau beramal maka beliau senantiasa komitmen dengan amalan tersebut. (HR. Bukhari dan Muslim, ini lafadzh Muslim)

Ayub Abu Ayub
@aayyuba
PIN : 7DADCFD0

[Tanya Jawab] Berhubungan intim di bulan Ramadhan

TANYA JAWAB

Pertanyaan:
Ustadz saya sudah baca tentang berhubungan intim di bulan ramadhan dilarang, pada bulan puasa kemarin ketika saya berpuasa saya melakukan hubungan intim setelah  adzan shubuh apakah saya berdosa ustadz? saya gelisah hati saya tidak tenang, apa yang seharusnya saya lakukan, mohon petunjuknya ustadz?

Jawab: Oleh Ustadz Sofyan Chalid Ruray

Puasanya batal dan berdosa besar, harus bertaubat kepada Allah ta'ala dan membayar kaffarah (denda), yaitu: Membebaskan seorang budak beriman, kalau tidak mampu maka puasa 2 bulan berturut-turut, kalau tidak mampu maka memberi makan 60 orang miskin, setiap orang mendapatkan 1,5 kg beras, atau satu porsi makanan siap dimakan, kalau tidak mampu maka menjadi hutang.

WhatsApp Syi'ar Tauhid

Hukum menikahi wanita yang tidak melaksanakan Shalat

EDISI FATWA.

��Menikahi wanita yang tidak melaksanakan shalat.

Fatwa Syeikh Abdul Aziz bin Baz -rahimahulloh-.

Pertanyaan:

Ada seorang pria yang mengetahui bahwa mematuhi kedua orang tua adalah kewajiban, namun orang tuanya melamarkan baginya seorang wanita yang ia ketahui bahwa wanita tersebut tidaklah menegakkan shalat, maka jika ia menolak untuk menikahi wanita tersebut apakah hal tersebut termasuk bentuk kedurhakaan ataukah tidak??

✔Jawab;

Ini bukanlah bentuk kedurhakaan, dan tidaklah diperbolehkan menikahi seorang wanita yang tidak menegakkan shalat, karena meninggalkan shalat adalah kufur akbar (Besar) menurut pendapat yang paling benar berdasarkan sabda Nabi -shalallahu 'alaihi wa sallam-:

العهد الذي بيننا وبينهم الصلاة فمن تركها فقد كفر

"Ikatan antara kami dan mereka adalah shalat, maka barangsiapa yg meninggalkannya maka ia telah kafir".

Dan juga hadits;

بين العبد وبين الكفر ترك الصلاة. رواه مسلم

"Batasan antara seorang hamba dengan kekufuran adalah dengan meninggalkan shalat". HR. Muslim.

Dan hal tersebut karena shalat adalah tiang keislaman.

Dan sekelompok ulama lainnya berpendapat bahwa meninggalkan shalat karena menyepelekan dan malas-malasan termasuk kufur ashghor (kecil) dan maksiat sehingga tidaklah kafir dengan hal tsb jika ia menetapkan kewajibannya serta mengetahui bahwa hal tersebut adalah kewajiban, namun yang benar adalah pendapat pertama yaitu orang yang meninggalkan shalat adalah kafir walaupun ia tidak mengingkari kewajibannya berdasarkan hadits-hadits shahih yang telah berlalu, dan juga telah dihikayatkan oleh sebagian ulama tentang kesepakatan para sahabat -rodhiyallohu 'anhum- tentang hal tersebut.
'Ala kulli haal, seorang wanita yang meninggalkan sholat tidaklah boleh dinikahi, walaupun jika kita berpendapat tidak kafirnya maka tetap tidaklah pantas seorang muslim untuk menikahinya, dan seorang ayah atau ibu tidak boleh dita'ati dalam perkara ini, berdasarkan sabda Nabi -sholallohu 'alaihi wa sallam-:

إنما الطاعة في المعروف

"Ketaatan itu hanya dalam perkara kebajikan".

Dan juga sabdanya:

لا طاعة لمخلوق في معصية الخالق

"Tidak ada keta'atan kepada seorang makhlukpun dalam bermaksiat kepada sang pencipta".
Wallohu waliyyut taufiq.

______
Majmu' Al Fataawa Wa Maqolaat Mutanawwi'ah (21/82).

Tuesday, July 29, 2014

Penutup Setiap Amalan Ketaatan

Renungan Dari Ayat-ayat Al-Qur`an [1]

Penutup Setiap Amalan Ketaatan

Allah Subhânahu wa Ta’âlâ berfirman,

فَإِذَا قَضَيْتُمْ مَنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَذِكْرِكُمْ آبَاءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا

“Apabila kalian telah menyelesaikan ibadah haji kalian, maka berdzikirlah dengan menyebut Allah, sebagaimana kalian menyebut-nyebut ayah-ayah/nenek moyang kalian, atau (bahkan) berdzikirlah lebih banyak dari itu.” [Al-Baqarah: 200]

Allah memerintah untuk menutup ibadah haji dengan banyak berdzikir kepada Allah, dan di ayat sebelum ayat di atas kita diperintah untuk banyak beristighfar ‘memohon ampun’ kepada Allah. Pada shalat lima waktu, kita dianjurkan untuk menutupnya dengan dzikir-dzikir yang dibaca selepas shalat dan shalat-shalat rawatib. Pada syari’at puasa Ramadhan, kita diwajibkan untuk menutupnya dengan zakat fitri dan disunnahkan puasa enam hari di bulan Syawal. Demikianlah setiap ibadah agung dalam syari’at Islam agar penutup amalannya melengkapi dan menyempurnakan kekurangan yang terjadi dalam ibadah.

Itulah kaidah dalam beribadah, tidak ada waktu beristirahat guna beramal kepada Allah, tidak perlu berlibur di kehidupan yang kita tidak mengetahui kapan ajal datang menjemput. Allah berfirman kepada Nabi-Nya,

فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ ، وَإِلَى رَبِّكَ فَارْغَبْ

“Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain,dan hanya kepada Rabbmulah hendaknya kamu berharap.” [Asy-Syarh: 7-8]

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ

“Dan beribadahlah kepada Rabbmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).” [Al-Hijr: 99]

Ustadz Dzulqarnain Hafidzhahullah.

Puasa enam hari syawwal itu setelah meng-qadha' (mengganti) puasa ramadhan.

FAIDAH.

✔Puasa enam hari syawwal itu setelah meng-qadha' (mengganti) puasa ramadhan.

إذا التمس العبد الأجر من الله واجتهد في طاعته فإنه لا يضيع أجره, والذي ينبغي لمن كان عليه شيء من أيام رمضان أن يصومها أولا ثمّ يصوم ستة أيام من شوال لأنه لا يتحقّق له اتباع صيام رمضان بستّ من شوال إلا إذا كان قد أكمل صيامه.

"Jika seorang hamba mencari pahala dari sisi Allah serta bersungguh-sungguh dalam ketaatan maka sungguh Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala-Nya, dan yang seharusnya dilakukan bagi seorang yang memiliki hutang puasa ramadhan adalah untuk mengganti puasanya terlebih dahulu lalu kemudian berpuasa enam hari dibulan syawwal, karena tidaklah akan terwujud bentuk mengikuti puasa ramadhan dengan enam hari syawwal* kecuali setelah ia menyempurnakan puasanya".
___
*karena konteks hadits dengan lafadz; "kemudian mengikutinya...".

__________
Fatawa Al Lajnah Ad Daimah (10/392).

(Audio) Khutbah Idul Fitri 1435 H

Audio Khutbah Idul Fitri 1435 H

Al Ustadz Ali Basuki Lc-Bangkit dari Keterpurukan Menuju Kejayaan Ummat

http://goo.gl/duJdQw

Al Ustadz Sofyan Chalid Ruray- Merajut Ukhuwah Mengokohkan Tauhid dan Sunnah

http://goo.gl/yMHhwo

Al Ustadz Dzulqarnain M.Sunusi- Agar Hidup Lebih Berarti

http://goo.gl/i8m1qM

Al Ustadz Khidir M.Sunusi- Khutbah Idul Fitri 1435 H

http://goo.gl/aA6JTq

Al Ustadz Muhammad Na'im Lc- Khubah Idul Fitri 1435 H

http://goo.gl/W1EDg8

WhatsApp Syiar Tauhid

BEBERAPA FAIDAH BERKAITAN DENGAN PUASA SYAWAL

BEBERAPA FAIDAH BERKAITAN DENGAN PUASA SYAWAL
Oleh : Al-Ustadz Musaddad Al-Kutawy

[15 ]. * Tinggal selangkah lagi ! maka akan mendapat pahala seperti berpuasa sepanjang tahun *

~ Wahai hamba yang cerdik ! Semoga Allah memudahkan engkau untuk mendapatkan kebaikan.
Maukah engkau mendapatkan limpahan balasan hanya dengan selangkah lagi ? Dengan menambah puasa sunnah setelah ramadhan, maka Allah akan melipat gandakan balasan bagi engkau.
Resapi , harapkan dan usahakan apa yang Nabi shallallahu alaihi wa sallam kabarkan :

عَنْ أَبِي أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى

اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِن

ْ شَوَّالٍ، كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ»

Dari Abu Ayyub Al Anshory radhiallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :  "Barangsiapa yang berpuasa dibulan Ramadhan, kemudian mengikutinya dengan puasa enam hari di BULAN SYAWWAL, maka seperti puasa SEPANJANG TAHUN."   (HR. Muslim)

~ Beberpa perkara yang perlu di perhatikan

a. Ini adalah ke utamaan yang Allah persiapkan bagi siapa yang mau melakukannya dan meraihnya.

b. Ini akan di dapatkan bagi orang yang sempurna puasa ramadhannya kemudian di ikuti dengan puasa enam hari di bulan syawwal.

c. Kalau ada yang bolong puasanya di bulan ramadhan, maka dia tutup dulu (dengan mengqadha)nya sebagai bentuk mempersegera menunaikan kewajiban, kemudian baru melaksanakan puasa syawwal ( karna puasa syawwal hukumnya sunnah).

d. Kecuali jika qadha'nya banyak dan bulan syawwal hampir habis, terlebih lagi bagi perempuan yang sebahagian mereka bertepatan dengan masa haidh nya, maka boleh dia puasa syawwal dulu. kmudian mengqadha puasa ramadhan di bulan lain.

e. Pelaksanaan puasa syawwal bisa dengan cara berturut- turut dan bisa dengan cara terpisah / selang seling sepanjang masih di bulan syawwal.

~ Demikian sedikit ilmu tentang puasa syawwal yang kami simpulkan dari fatwa para ulama. Semoga Allah mudahkan kita dalam melaksanakannya dan meraih pahala yang berlimpah dengan sempurna.

Sunday, July 27, 2014

Mereka mendahulukan ucapan selamat dari ucapan salam

faidah dri syekh Abu Hasyim AsSyihry di plajarn beliau ba'da solat asar tadi yaitu..kesahalahn yang sering di lakukan oleh org di zaman ini yaitu mendahulukan ucapan selamat dari ucapan salam..beliau mencontohkn seorang yg datang bersalamn dan mmeberikn ucapan selamat (taqobbalallohu minna wa minkum) tanpa di dahului oleh salam..

sekilas faidah singkat smoga bermanfaat...

TENTANG UCAPAN SELAMAT LEBARAN DAN TAKBIR DI HARI IED

TENTANG UCAPAN SELAMAT LEBARAN DAN TAKBIR DI HARI IED
Oleh : Al-Ustadz Musaddad Al-Kutawy

Pertanyaan [16]

Bismillah. Bagaimana hukumnya salam menyebar salam (ucapan selamat lebaran) di malam lebaran atau setelahnya.? Mohon penjelasan.

~Jawaban :
Yang kami ketahui dari amalan Nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dan para shahabatnya, tidak ada mereka melakukan hal tersebut. Termasuk takbiran yang banyak di lakukan oleh manusia.

Adapun setelah shalat ied maka ada dari perbuatan sekelompok shahabat mengucapkan ucapan selamat, sebagaimana yang di sebutkan oleh syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Majmu'Fatawa jilid 24/253 :

Ketika beliau ditanya masalah ini , maka bliau menjawab : adalah para shahabat jika berjumpa satu dengan yang lainnya mereka mengucapkan :

تقَبَّلَ اللهُ منَّا ومِنْكُم

(Semoga Allah menerima amalan kami dan amalan kalian)

Dan hal ini diberikan keringanan ( untuk melakukannya) oleh para imam, seperti imam Ahmad dan selainnya. Adapun imam Ahmad beliau berkata : saya tidak menduhui seorangpun dalam melakukannya, tapi jika ada yang mendului(mengucapkan) kepadaku maka saya membalasnya, karna membalas salam wajib(hukum)nya, maka siapa yang melakukannya ada yng mencontohkan (sekelompok sahabat) dan siapa yang tidak melakukannya juga ada contoh ( dari Nabi dan sebagian shahabat) .

~Sebagai catatan : Takbiran itu dilakukan oleh Nabi dn shahabatnya di awali ketika keluar rumah sampai ditempat shalat, dan berhenti ketika imam sudah berdiri untuk shalat ied. Dan takbiran ini dilakukan sendiri-sendiri. Allahu A'lam

#BBG Penyejuk Jiwa
Pin : 7CADECED

BEBERAPA AHKAM DAN ADAB-ADAB KETIKA HARI RAYA ‘IEDUL FITHR

بسم الله الرحمن الرحيم

BEBERAPA AHKAM DAN ADAB-ADAB KETIKA HARI RAYA ‘IEDUL FITHR

1. Bertakbir.

- Waktu takbir:
Sejak terbenamnya matahari di hari akhir Romadhōn hingga tegaknya Sholat ‘Id.

- Berkata Ibnu Qudamah rohimahullōh: “Dan dianjurkan untuk bertakbir dengan mengeraskannya pada malam dua hari raya, di Masjid, Rumah, di Jalan-jalan, baik ia Musafir atau Muqim, sebagai wujud dari firman Allōh:

وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ

“dan hendaklah kamu menyempurnakan bilangannya dan hendaklah kamu bertakbir kepada Allah“ Al Baqoroh: 185.
(Lihat: Al-Mughniy)

- Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rohimahullōh: “Bertakbir (pada hari Raya ‘Ied al-Fithri) itu sejak munculnya Hilal dan berakhir hingga selesainya sholat Ied, yaitu ketika Imam selesai dari Khutbahnya”. (Majmu’ al-Fataawaa: 43/ 122)

- Bertakbir ketika menuju sholat Ied, disunnahkan bagi seluruh kaum muslimin, kecil, besar, pria dan wanita dengan mengeraskan suaranya. Berdasarkan perbuatan shohabiyah Ummu Athiyyah, Maimunah dan selainnya, dalam riwayat imam Bukhoriy. (Al-Majmu’: 3/ 145)

TAMBAHAN:
Bertakbirnya wanita dijalan itu apabila aman dari fitnah.

2. Diantara macam-macam lafadhz Takbir:

الله أكبر الله أكبر لا إله إلا الله والله أكبر الله أكبر ولله الحمد .

[Allōhu akhbar 2x, laa ilaaha illallōhu wallōhuakbar, Allōhuakbar walillahil hamd]

Atau:

الله أكبر كبيراً الله أكبر كبيراً الله أكبر وأجلّ ، الله أكبر ولله الحمد .
[Allōhuakbar kabiiro 2x, Allōhuakbar wa ajall, Allōhuakbar Wa lillahilhamd].

3. Bolehnya sengaja mandi besar di pagi hari, untuk menghadiri sholat ‘ied.

Hal ini merupakan perbuatan beberapa shohabat rodhiallōhu’anhum.

- Ibnu Umar senantiasa mandi pada hari Raya ied sebelum pergi ke lapangan. (Al-Muwaththo’)

- Shohabat Ali rodhiallōhu’anhu ditanya tentang mandi besar, beliau menjawab: “ketika hari Jum’at, hari Arofah, hari ied al-Fithr dan adhaa”. (HR. Al-Baihaqiy, lihat al-irwa)

- Berkata imam Nawawiy: “diantara yang disukai dari mandi besar itu adalah ketika dua hari raya, hal ini berlaku bagi setiap pria, wanita, kecil dan besar, sebab hal itu teranggap berhias (untuk hari Raya)”. (Al-Majmu’).

- Waktu mandi: sebelum atau sesudah sholat subuh. (Al-Mughniy).

4. Berhias dengan mengenakan pakaian yang terbaik (tajammul).

- Nabi shollallōhu’alaihi wa Sallam itu mengenakan pakaian khusus untuk hari raya ied dengan pakaian burdah yang kemerah-merahan. (Ath-Thobaraniy, silsilah shohihah: 1279).

- Berkata imam ibnu abdil bar: “ini adalah sunnah, dalam rangka berhias pada hari raya, dengan mengenakan parfum, pakaian yang baik. Hal ini bagi yang memiliki kemampuan untuk mewujudkannya tidaklah pantas baginya untuk meninggalkannya karena beralasan zuhud”. (Mawaahib al-Jalil)

5. Makan sebelum berangkat ke lapangan untuk sholat.

- Nabi shollallōhu’alaihi wa Sallam itu tidaklah keluar berangkat menuju lapangan, pada hari raya ied al fithr, kecuali setelah makan. Dan pada ied adhaa tidaklah beliau makan, kecuali setelah pulang dari sholat, menyantap hewan kurbannya. (HR. Tirmidziy)

- Beliau makan beberapa kurma. (HR. Bukhoriy)

6. Melaksanakan sholat iedul fithr.
Hukum sholat iedul fithri: Wajib bagi setiap Muslim. (Imam Ahmad, Syaikhul Islam, Ibnul Qoyyim, Syaukaniy, As-Si’diy, Ibnu Baz, Al-Albaniy).

- Waktu pelaksanaan: ketika matahari setinggi tombak. (waktu awal sholat dhuha).

- Tempat pelaksanaan: Sunnah dilaksanakan di lapangan besar, berkumpulnya kaum Muslimin. Sebagaimana nabi dan para Shohabatnya melaksanakannya. (HR. Bukhoriy).

- Dan tidak mengapa di dalam Masjid, sebagaimana penduduk Mekkah sejak zaman dahulu senantiasa melakasanakannya di Masjid al-haram. (Majmu’ Fatawa Ibnul Utsaimin, Syaikh Muhammad Asy-Syingqithiy)

- Dianjurkan berjalan dengan kaki menuju lapangan, jika mudah.

7. Sifat sholat Ied:
Dua roka’at.

- Pada rokaat pertama, setelah takbirotul ihrom ditambah tujuh kali takbir lagi. (sehingga total 8 kali takbir).

- Pada roka’at kedua, setelah takbir intiqol, ditambah takbir 5 kali. (sehingga total 6 kali takbir).

- Mengangkat tangan pada setiap takbir tersebut. (Jumhur Fuqoha)

- Tidak ada dzikr khusus antara takbir tersebut, akan tetapi jika diisi dengan bertahmid kepada Allōh maka tidaklah mengapa, sebagaiman perbuatan Ibnu Mas’ud.

- Do’a istiftah itu dibaca setelah selesai semua takbir, karena lebih sesuai dengan dhzohir hadits penggandengannya dengan al-Fatihah.

- Bagi imam, dianjurkan setelah al-Fatihah pada roka’at pertama membaca surat Qof, pada roka’at ke-dua membaca al-Qomar. Atau al-‘alaa dan al-ghosiyyah.

- Secara umum, tata-cara sholatnya sama dengan sholat-sholat lainnya.

- Selesai sholat, dianjurkan tetap ditempat untuk mendegarkan penyampaian khutbah.

8. Dianjurkan menempuh jalan yang berbeda, ketika pergi dan pulang.

- Sebagiamana yang dilakukan nabi pada hari Raya. (HR. Bukhoriy)

- Dianjurkan untuk saling memberikan ucapan selamat:

تقبل الله منا ومنكم

[Taqqoballōhu minnaa wa minkum]
“Semoga Allōh menerima dari kami dan dari kalian”.

10. Wajib menjauhi segala pelanggaran syariat.
Diantara bentuknya:
- Kesyirikan kepada Allōh dengan mencari keberkahan di pekuburan.
- Mengkhususkan ziarah kubur pada hari raya.
- Perbuatan mubadzir, menghaburkan harta pada perkara yang tidak ada perlunya dan berlebih-lebihan.
- Tidak menyambung silahturahmi, saling mengunjungi, tidak menampakkan kebahagiaan dan suka cita dan selainnya dari kebaikan.

(Ash-Shiyaam fil Islam fi Dhou'il Kitab was Sunnah, Syaikh Sa’id bin Ali bin Wahf Al-Qohtooniy)

Selesai.

        =[Majmù Al-Fawāid]=

Gembirakan anak-anak… Dengan memberi mereka hadiah di hari Raya.

Gembirakan anak-anak…
Dengan memberi mereka hadiah di hari Raya.

السؤال الثاني من الفتوى رق (20195)

س2: عندنا أطفال صغار، وتعودنا في بلادنا أن نعطيهم حسب يوم العيد سواء الفطر أو الأضحى ما يسمى ب (العيدية) وهي نقود بسيطة، من أجل إدخال الفرح في قلوبهم، فهل هذه العيدية بدعة أم ليس فيها شيء؟ أفيدونا أفادكم الله.

ج2: لا حرج في ذلك، بل هو من محاسن العادات، وإدخال السرور على المسلم، كبيرا كان أو صغيرا، وأمر رغب فيه الشرع المطهر.

Fatwa no. 20195

Tanya:
Kami memiliki anak-anak kecil, dan kami biasa di negeri kami ini member mereka pemberian pada hari raya ied, baik hari raya iedul fithr atau juga iedhul adhaa, kami istilahkan dengan (al-‘adiyyah), yaitu pemberian degan sejumlah uang. Agar menggembirakan hari mereka.

Apakah hal ini (al-‘adiyyah) teranggap bid’ah atau tidak?

Berilah kami faidah, semoga Alloh memberi anda faidah.

Jawab:

Tidaklah mengapa hal tersebut, bahkan teranggap perbuatan baik dari adat yang ada, dan megupayakan terwujudnya kegembiraan kepada seorang muslim –baik kecil atau besar- itu adalah perkara yang sangat dianjurkan oleh syariat.

Fatawa Al-Lajnah ad-Dāimah, periode Ibnu Bāz.

                    Grup WM
         =[Majmù Al-Fawāid]=

Renungan Qolbu Disaat Perpisahan

Bacaan Pekanan Al-Fawāid Edisi 17.

بسم الله الرحمن الرحيم

Renungan Qolbu
Di Saat Perpisahan

Saudaraku Se-iman…

Betapa sering kita dengar sabda Nabi Shollallōhuàlaihi Wa Sallam yang berbunyi:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa yang berpuasa dengan keimanan dan berharap dari Allōh semata, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. HR. Bukhoriy. Dan imam Ahmad membawakan riwayat dengan tambahan lafadhz: “dan yang akan datang”. (Dengan sanad yang hasan).

Demikian juga hadits yang berbunyi:

مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ ، وَمَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa yang menghidupkan malam al-qodr, dengan keimanan dan berharap kepada Allōh, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu, dan barangsiapa yang menegakkan sholat torawih di malam harinya dengan keimanan dan berharap kepada Allōh maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. HR. Bukhoriy dan Muslim.

Keutamaan yang merupakan harapan kita semua, DIAMPUNINYA DOSA-DOSA.

Kaum muslimin rohimakumullōh.

Para ulama kita menjelaskan bahwa seluruh amalan yang dijanjikan dengan keutamaan yang bisa menggugurkan dosa yang telah lalu itu semua hanya BAGI DOSA-DOSA KECIL, hal ini berdasarkan sabda nabi dalam hadits yang lain dari shohabat Abu Huroiroh:

الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُمَا إِذَا اجْتُنِبَتِ الْكَبَائِرُ

“Antara sholat lima waktu, jum’at dengan jum’at, Romadhōn dengan Romadhōn, itu pengguggur dosa-dosa jika menjauhi dosa-dosa besar”. HR. Muslim.

Hadits ini adalah dalil yang menunjukkan bahwa penggugur dosa bagi seorang hamba jika ia menjauhi dosa-dosa besar, dan yang digugurkan dari amalan-amalan tersebut hanyalah dosa-dosa kecil. Sebagaimana juga dijelaskan oleh imam An-Nawawiy As-Syāfiîy dalam syarh Shohih Muslim, dan juga selain beliau dari para ulama kita.

Sehingga hadits di atas, menunjukkan bahwa tiga amalan: berpuasa di bulan Romadhōn, sholat tarowihnya, lailatul qodr, ini semua adalah amalan yang menggugurkan dosa-dosa yang telah lalu, dengan syarat jika tidak melakukan dosa besar, berdasarkan pemahaman yang dikhususkan dari hadits Abu Huroiroh di atas. Adapun dosa besar harus dengan taubat nashuhah.

Kaum muslimin rohimakumullōh.

Dosa besar adalah perbuatan dosa atau larangan dari Allōh dalam Al-Qur’an atau Rasul-Nya dalam hadits-hadits shohih, yang disebutkan ancaman dan hukuman keras bagi pelakunya, misalnya: perbuatan kesyirikan kepada Allōh, meninggalkan sholat wajib, zina, mencuri, minum minuman keras, mu’amalah dengan sistem riba, durhaka kepada orang-tua, memutuskan silahturahmi, makan harta anak yatim dengan kedhzoliman. Inilah diantara bentuk dosa-dosa besar yang pelakunya diancam dengan hukuman yang sangat keras dari syariat ini.

Dan Allōh Subhānahu Wa Taâlā juga dengan tegas menyebutkan bahwa ampunan akan diberikan kepada mereka yang menjauhi dosa besar, dalam firman-Nya:

إِنْ تَجْتَنِبُوا كَبَائِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُمْ مُدْخَلا كَرِيمًا

“Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar diantara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga)”. QS. Annisaa: 31.

Bahkan sebagian dosa besar tersebut jika tetap dilakukan oleh seorang hamba, akan gugur dan sia-sia seluruh amalannya, seperti perbutan kesyirikan, dengan meminta kepada selain Allōh, mendatangi makam untuk meminta dan mencari berkah kepada mayat yang telah dikuburkan, atau mendatangi dan mempercayai dukun atau paranormal, atau tetap menggunakan jimat-jimat atau perbutan kesyirikan lainnya. Yang menghancurkan, puasa, sholat tarowih, lailatul qodr, zakat dan sedekah serta seluruh amalan lainnya.

ذَلِكَ هُدَى اللَّهِ يَهْدِي بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Itulah petunjuk Allah, yang dengannya Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya. seandainya mereka mempersekutukan (berbuat kesyirikan kepada) Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan”. QS. Al-An’am: 88.

Kaum muslimin rohimakumullōh.

Kebahagiaan dan kemenangan di hari Raya setelah selesai puasa Romadhōn seharusnya juga sekaligus di-iringi dengan taubat dan istighfar kepada Allōh, jangan sampai lupa akan semua ini adalah taufik dan kebaikan dari Allōh semata. Inilah sebab, kenapa amalan-amalan besar seperti haji, sholat wajib, sholat malam, itu semua ditutup dengan istighfar, agar seorang hamba sadar bahwa perjalanan masih panjang sehingga dia masih terus berharap taufik dan hidayah dari Allōh, dan tidak merasa takabbur dari amalannya, apalagi kalau hanya berhenti sampai disitu.

وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ

“Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) Sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka”. QS. Mukminun: 60

Maksudnya: karena tahu bahwa mereka akan kembali kepada Allōh untuk dihisab, Maka mereka khawatir kalau-kalau amal ibadah yang mereka kerjakan itu tidak diterima Allōh. Sehingga mereka senantiasa beristighfar, menjaga amalannya dan senantiasa berharap kepada Allōh yang maha kaya.

Ketahuilah saudaraku se-islam.

Puasa Romadhōn, sholat tarowihnya, lailatul qodr, istighfar di bulan ini akan menggugurkan dosa, jika tidak ada penghalang untuk terwujudnya hal tersebut, inilah yang dijanjikan Allōh I dalam firman-Nya:

وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِمَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا ثُمَّ اهْتَدَى

“Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal saleh, kemudian tetap di jalan yang benar.”  QS. Thoha: 82.

Yaitu yang senantiasa dan selalu menjaga sebab-sebab datangnya ampunan dan selalu menjauhi penghalangnya hingga ia wafat. Dan sebab yang terbesar adalah menjaga tauhidnya kepada Allōh, dengan menyerahkan seluruh jenis ibadah hanya kepada-Nya semata, senantiasa menjauhkan diri dari kesyirikan dengan segala bentuknya, senantiasa ikhlas dan senantiasa mengikuti petunjuk nabi Muhammad Shollallōhuàlaihi Wa Sallam dalam beramal. Dan menjauhi segala dosa besar.

Semoga Allōh Subhānahu Wa Taâlā memberikan kita semua istiqomah di atas petunjuk serta melindungi kita semua agar jangan sampai amalan sholat, taubat, puasa membaca Al-Qur’an itu hanya jika di bulan Romadhōn. Jika berlalu bulan Romadhōn, maka kembali mendekati perbuatan kesyirikan, meninggalkan sholat, dan mengerjakan maksiat serta yang lainnya. Ini adalah sejelek-jelek kaum, karena mereka hanya mengenal Allōh Subhānahu Wa Taâlā pada bulan Romadhōn saja, padahal larangan itu diharamkan Allōh sepanjang waktu dan di setiap tempat.

Maka marilah kita bertaubat dengan taubat nashuhah, meninggalkan segala larangan Allōh mulai dari yang terbesarnya yaitu perbutan kesyirirkan, maksiat dan seterusnya, menyesali semua itu dan berjanji untuk berupaya tidak akan mengulanginya kembali. Selagi nyawa masih di badan.

Inilah ketakwaan sejati yang diinginkan dari bulan Romadhōn bagi kita semua, dan ketakwaan itu juga merupakan sifat yang harus ada pada setiap muslim, dan kita semua diperintahkan memegangnya dengan teguh hingga wafat:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam.”. QS. Al Imron : 102

Dan…

Kita semua diperintahkan untuk beri-ibadah kepada-Nya, melaksanakan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya…

… bukan hanya di bulan Romadhōn, tapi sampai ajal menjemput.

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ

“Dan beribadahlah kepada robb-kalian sampai datang kepadamu Al-Yakin (Yakni: ajal)”. QS. Al Hijr: 99.

Akhirnya, kita berharap kepada Allōh Jalla wa Àlā, agar menjadikan puasa kita di bulan Romadhōn ini berberkah untuk kita dunia dan akhirat. Dan memberikan kemanfaatan yang mewarnai kehidupan kita semuanya.

Taqobballōhu minnā wa minkum a’mālash shōlihāt.

(Semoga Allōh menerima seluruh amalan sholih dari kita semua).

(Referensi: “Risalah Romadhōn”, Karya: Asy-Syaikh Abdullōh bin Jaarullōh)

Akhukum, Hudzaifah bin Muhammad.

           Grup Whatsapp
       =[Majmù Al-Fawāid]=

Saturday, July 26, 2014

Sebab kemenangab dan kekalahan kaum muslimin

•Petuah Ulama (46) Sebab Kekalahan dan Kemenangan Kaum Muslimin:

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,

وحيث ظهر الكفار فإنما ذاك لذنوب المسلمين التي أوجبت نقص إيمانهم، ثم إذا تابوا بتكميل إيمانهم نصرهم الله كما قال تعالى ولا تهنوا ولا تحزنوا وأنتم الأعلون إن كنتم مؤمنين وقال أولما أصابتكم مصيبة قد أصبتم مثليها قلتم أنى هذا قل هو من عند أنفسكم

"Ketika orang-orang kafir menang maka itu hanyalah karena dosa-dosa kaum muslimin yang telah melemahkan iman mereka, kemudian apabila mereka bertaubat dengan menyempurnakan kembali iman mereka maka Allah akan menolong mereka, sebagaimana firman Allah ta'ala,

وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

"Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang lebih tinggi (dalam keimanan dan mengharap pertolongan Allah serta pahala-Nya), jika kamu orang-orang yang beriman." (Ali Imron: 139)

Dan firman Allah ta'ala,

أَوَلَمَّا أَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةٌ قَدْ أَصَبْتُمْ مِثْلَيْهَا قُلْتُمْ أَنَّى هَذَا قُلْ هُوَ مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِكُمْ

"Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar) kamu berkata: "Dari mana datangnya (kekalahan) ini?" Katakanlah: "Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri". Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (Ali Imron: 165)." [Al-Jawaabus Shahih, 6/450]

www.fb.com/sofyanruray.info

BID'AH DAN KEMUNGKARAN DI HARI RAYA

BID'AH & KEMUNGKARAN DI HARI RAYA [Bagian Pertama].

Oleh : Al-Ustadz Ahmad Bin Abdul Hafidz

Berikut ini adalah beberapa perbuatan bid'ah dan kemaksiatan yang banyak tersebar di masyarakat.

Penjelasannya kami sarikan dari Fatawa Islam: Su`al wa Jawab (www.islam-qa.com) dengan beberapa perubahan:

Keyakinan sebagian orang akan dianjurkannya menghidupkan malam id.

Sebagian kaum muslimin meyakini akan dianjurkannya menghidupkan malam id. Mereka berdalil dengan sebuah hadits, “Barangsiapa yang menghidupkan malam Idul Fitri maupun Idul Adha, hatinya tidak akan mati, di mana semua hati itu mati.” Hadits ini adalah hadits yang dhaif. Hadits ini memliki dua jalur, yang satu statusnya maudhu (palsu) dan satu lagi statusnya sangat dhaif, sebagaimana penjelasan Syekh Al-Albani.

Oleh karena itu, tidak dibolehkan mengkhususkan malam 'Id untuk melakukan berbagai kegiatan ibadah, karena mengistimewakan satu malam untuk ibadah tanpa dalil adalah bid'ah.

Mengkhususkan ziarah kubur ketika id.

Perbuatan ini, selain bertolak belakang dengan latar belakang disyariatkannya hari raya --yaitu menampakkan kebahagiaan dan kegembiraan--, juga akan menimbulkan duka dan rasa sedih, serta bertolak belakang dengan petunjuk Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan kebiasaan ulama. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah melarang untuk menjadikan kuburan sebagai tempat hari raya (perayaan), sebagimana sabda beliau shallallahu 'alaihi wa sallam, “Janganlah engkau jadikan kuburanku sebagai id.” (HR. Abu Daud dan Ahmad; dishahihkan Al-Albani)

Mengkhususkan ziarah kubur di waktu tertentu atau pada momen tertentu termasuk bentuk menjadikan kuburan sebagai tempat hari raya. Demikian penjelasan para ulama. (Ahkamul Janaiz, hlm. 219)

Campur-baur laki-laki dengan wanita.

Inilah bencana besar bagi kaum muslimin. Oleh karena itu, selayaknya bagi pihak yang berwajib memberi peringatan kepada mereka untuk meninggalkan perbuatan ini sebisa mungkin. Sementara bagi para lelaki, hendaknya tidak beranjak pulang sampai para wanita meninggalkan tempatnya. Syekhul Islam mengatakan, “Jika laki-laki bercampur baur bersama wanita, maka itu bagaikan api yang bercampur dengan kayu.” (Al-Istiqamah: 1/361)

Wanita keluar rumah dengan memakai minyak wangi, berdandan, dan tebar pesona.

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Jika wanita memakai wewangian kemudian berjalan melewati sekelompok laki-laki agar mereka (para lelaki itu) mencium baunya, itulah wanita pezina.” (HR. Ahmad dan Abu Daud; dihasankan Al-Albani)

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda, “Ada dua penghuni neraka yang belum pernah aku lihat.... (Salah satunya adalah) para wanita yang berpakaian namun hakikatnya telanjang, tidak menjaga aturan Allah, dan berjalan berlenggak-lenggok. Kepala mereka seperti punuk unta. Mereka tidak masuk surga dan tidak mendapat harumnya surga, padahal harumnya surga bisa dicium dari jarak yang sangat jauh.” (HR. Muslim)

Menyetel musik yang haram.

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh akan muncul di kalangan umatku beberapa kaum yang menghalalkan zina, sutra (bagi laki-laki), khamar, dan alat musik.” (HR. Al-Bukhari secara mu'allaq)

Wahai Saudaraku, bukan dengan sikap seperti ini bentuk syukur kita kepada Allah. Mendengarkan musik di hari raya menunjukkan bahwa orang ini tidak mendapatkan pahala puasanya ketika Ramadan dan tidak mendapatkan pahala ibadahnya di awal Dzulhijjah. Ini tanda bahwa mereka dijauhkan dari pahala yang seharusnya mereka dapatkan. Dikisahkan, bahwa ada orang shalih yang bertemu dengan beberapa orang yang bermain dan bergurau ketika hari raya. Orang shalih ini pun berkata, “Jika kalian beribadah dengan baik di bulan Ramadan maka tidak seperti ini sikap mensyukuri kebaikan. Namun jika kalian tidak beribadah dengan baik ketika Ramadan maka tidak selayaknya sikap seperti ini dilakukan di hadapan Allah.”

Bersambung..

[6:58AM, 7/27/2014] ‪+62 813-5513-2485‬: BID'AH & KEMUNGKARAN DI HARI RAYA [Bagian Kedua].

Oleh : Al-Ustadz Ahmad Bin Abdul Hafidz

Meninggalkan shalat berjama'ah.

Banyak orang --baik awam maupun bukan awam-- yang meninggalkan shalat berjama'ah ketika hari raya. Bahkan, terkadang ada yang tidur sampai keluar waktu shalat. Ini merupakan bukti nyata adanya penyakit dalam jiwa mereka, sementara sikap takwa tidak kokoh di hati mereka. Maka berhati-hatilah dari bencana dan musibah ini!

Mencukur jenggot.

Wajib bagi setiap laki-laki untuk merawat jenggot dan tidak mencukurnya, karena mencukur jenggot termasuk mengubah ciptaan Allah dan termasuk ajakan setan. Allah berfirman menceritakan tipu daya setan,

وَلَأُضِلَّنَّهُمْ وَلَأُمَنِّيَنَّهُمْ وَلَآمُرَنَّهُمْ فَلَيُبَتِّكُنَّ آذَانَ الْأَنْعَامِ وَلَآمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللَّهِ

“Aku benar-benar akan menyesatkan mereka, membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, serta menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah).” (QS. An-Nisa: 119)

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan umatnya untuk merawat jenggot, sebagaimana sabda beliau shallallahu 'alaihi wa sallam, “Potonglah kumis, rawatlah jenggot, agar tampil berbeda dengan orang Majusi.” (HR. Muslim)

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda, “Berusahalah untuk tampil beda dengan orang musyrik, (dengan) merawat jenggot dan memangkas kumis.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Syariat Islam pun menjadikan merawat jenggot sebagai bagian dari fitrah (ajaran para nabi). Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Ada sepuluh hal yang termasuk ajaran para nabi: memangkas kumis, merawat jenggot,....” (HR. Muslim)

Bersalaman dengan wanita yang bukan mahram.

Inilah bencana besar bagi kaum muslimin. Betapa tidak, padahal fenomena ini termasuk bukti tersebarnya perbuatan keji dan zina bagi tangan-tangan manusia. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “... Zinanya tangan adalah dengan menyentuh, zinanya kaki dengan berjalan, zinanya hati dengan berangan-angan dan nafsu yang bergejolak....” (HR. Muslim)

Maka berhati-hatilah, wahai Saudaraku kaum muslimin, dari bencana ini! Renungkanlah ancaman besar, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits dari Ma'qil bin Yasar berikut, “Kepala seseorang yang ditusuk dengan jarum besi lebih baik daripada (dia) menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Ath-Thabrani dan Al-Baihaqi; dihasankan Al-Albani)

Bersikap boros dan menghambur-hamburkan harta.

Umumnya hal ini dilakukan oleh pemuda dan anak-anak, mereka buang harta mereka dengan membeli mercon. Di pihak lain, para wanita membuang-buang harta mereka untuk makanan dan pakaian yang tidak mereka butuhkan. Inilah sikap mubazir yang terlarang, sebagaimana firman-Nya,

...وَلاَ تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا (26) إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ....

“... Janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan....” (QS. Al-Isra`: 26-27)

Allah juga berfirman,

...وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ

“... Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-A'raf: 31)

Ahli tafsir menjelaskan, “Sikap mubazir adalah membelanjakan harta di luar tempatnya, sedangkan 'israf' (berlebih-lebihan) adalah melampaui batas dalam segala sesuatu.” (Aisarut Tafasir, tafsir Al-A'raf: 31)

Tersebarnya permainan yang mengandung unsur perjudian.

Umumnya ini dilakukan anak-anak dan remaja. Selayaknya, mereka diingatkan karena judi merupakan dosa besar dan kebiasaan setan. Allah berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Maidah: 90)

Maka menjadi kewajiban setiap orangtua untuk mengingatkan mereka dan tidak memberikan harta kepada anak mereka tanpa pengawasan, terutama anak-anak mereka yang tidak mampu menggunakan harta dengan baik. Allah melarang kita untuk memberikan harta kepada orang bodoh yangn tidak bisa menggunakan harta dengan baik. Allah berfirman,

وَلاَ تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ قِيَامًا....

“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang bodoh harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan....” (QS. An-Nisa`: 5)

Allah menyebut mereka sebagai orang bodoh karena mereka tidak paham tentang cara menggunakan harta dengan baik. Allahu a'lam.

Ringkasan ahkam Zakat fithr

بسم الله الرحمن الرحيم.

"Ber-Zakat Fithri tuk meraih Ridho ilahi".

Rigkasan ahkam Zakat Fithr.
----------------------------

1…. Definisi.

- Zakat artinya: Penambahan, perkembangan dan bisa juga bermakana keberkahan. Serta bermakna penyucian. (An-Nihayah, Ibnul Atsir).

- Fithr: berbuka dari puasa.

Sehingga, makna Zakat Fithri: Zakat yang ditunaikan di waktu selesainya puasa (Romadhon).

Dan bisa juga dikatakan ‘Zakat Fithrah’.

Fithrah bermakna penciptaan, yakni tubuh manusia yang telah dicipkatakan sebagaimana yang telah Alloh tentukan.

Sehingga, zakat Fithrah bermakna: Zakat yang ditunaikan untuk menyucikan diri dari kesalahan dan dosa. (Al-Majmu, karya An-Nawawiy, Fathul Qodir, Asy-Syaukaaniy)

Namun istilah ‘Zakat Fithr’ ini lebih mencocoki dengan hadits-hadits dari ucapan Nabi.

2…. Hukum Zakat Fithr.
Wajib ‘ain. Berdasarkan Al-Quran, Sunnah serta Ijma Salaf. (al-Ijma’, Ibnul Mundzir)

3….Syarat-syarat seseoragn yang terkena kewajiban zakat.

- Islam.

- Berekemampuan pada saat wajibnya zakat.

- Ditunaikan pada waktunya.

TAMBAHAN:
- Kewajiaban Zakat Fithri ini adalah ditujukan kepada seluruh kaum Muslimin.
Baik yang kecil, besar dan dewasa, pria dan wanita.
Bahkan berakal dan tidak berakal, atau waras atau tidak waras.

- Pada asalnya ditunaikan dari harta masing-masing individu, jika tidak mampu maka ditunaikan oleh wali, orang tua atau setiap yang menanggungnya.

- Dan sunnah bagi janin yang berada di kandungan seorang ibu untuk juga ditunaikan zakat fithrinya, bila telah berusia lebih 4 bulan. Berdasarkan perbuatan Shohabat Utsman bin Affan.

(al-Mughniy)

4….hikmah Zakat Fithr.

- Penyuci bagi yang telah berpuasa dari segala kesalahan, dosa dan kesia-siaan selama Romadhon.

Berkata Waki’ ibnul Jaroh: “Zakat Fithr bagi Romadhon itu seperti sujud sahwi bagi sholat, ia mengguggurkan kesalahan pada saat berpuasa Romadhon, sebagaimana sujud sahwi pengguggur kesalahan dalam sholat”. (Al-Majmu, an-Nawawi)

- Pemberian makan bagi fuqoro wal masakin.

Nabi Shollallohu’alaihi Wa Sallam bersabda: “Zakat Fithri itu adalah penyuci bagi yang berpuasa dari kesia-siaan dan kekejian (dosa dan kesalahan), juga sebgai pemberian makan bagi kaum Masakin”. (HR. Abu Dawud, dihasankan Al-Albaniy).

- Sebagai wujud kesyukuran kepada Alloh Jalla wa ‘Alaa. (Irsyad uuli Al-Bashooir, Syaikh As-Si’diy)

- Sebagai upaya untuk meraih kemenangan kelak di negeri akhirat. (al-‘Alaa: 14)

Waktu menunaikan zakat Fithri:
Ada tiga rincian waktu:

* Waktu Jaaiz/ mubah/ boleh, yaitu sejak dua atau tiga hari sebelum ied.

** Waktu wajib, yaitu sejak terbenamnya hari akhir Romadhon.

*** Waktu wajib afdhol, yaitu sejak terbitnya setelah sholat shubuh hingga tegaknya sholat ied.

SEHINGGA:
- Jika ada yang masuk Islam atau lahir sebelum terbenamnya matahari di hari akhir romadhon, maka ditunaikan darinya zakat Fithri.

- Jika ada yang wafat setelah terbenamnya Matahari tersebut, ditunaikan darinya zakat fithri, karena ia teranggap hidup mendapatkan waktu wajibnya zakat fithri.

TAMBAHAN:
- Yang teranggap adalah penyerahannya zakar fithri kepada mustahiq.

- Jika ada yang menitipkan zakatnya kepada seorang wakil sebelum tiga hari, maka yang teranggap adalah penyerahannya dari wakil itu kepada mustahiq.

5…. Jenis-jenis bahan yang bisa dijadikan sebagai alat untuk menunaikan zakat firhri.

- Zakat Fithri ditunaikan dengan makanan pokok dari penduduk negeri setempat.

- Jika ada perbedaan jenis untuk satu kategori, maka diambil yang pertengahannya.

6….takaran
Satu Sho’.  Jika di jadikan ke KG, antara 2,4 hingga 3 kg.

7…. Tempat menunaikan
Yang afdhol dan utama adalah diberikan kepada kaum fuqora wal masakin sekitara domisili, dan boleh dikirim ke luar daerah jika memang ada hajatnya.

8….mustahiq
Dari 8 golongan yang berhak untuk menerima zakat, hanya satu golongan yang berhak menerima zakat Fitrhri, yaitu orang-orang yang miskin.

TAMBAHAN:
Miskin adalah: mereka yang tidak memeliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok dirinya dan keluarganya.
Faqir, adalah mereka yang derajat kemampuannya lebih rendah dari Miskin.

SELESAI.

Referensi Utama: “Ash-Shiyaam Fil Islam fi Dhouil Kitab Was Sunnah”, karya: Asy-Syaikh Sa’id bin Ali bin Wahf Al-Qohtoniy.

Wallohu’alam.

Akhukum, al Faqir ila Ridwani Robbih,
Hudzaifah Bin Muhammad.

Sore, 28 Romadhon 1435 H.

Friday, July 25, 2014

Teladan Salaf

•Petuah Ulama (44) Akhlak Penuntut Ilmu & Tawadhu' Ulama:

Tabi'in yang mulia Al-Imam Mujahid rahimahullah berkata,

صحبت ابن عمر في السفر لأخدمه فكان يخدمني

"Aku menemani Ibnu Umar dalam safar untuk melayaninya, namun beliau yang melayaniku." [Jami'ul Ulumi wal Hikam: 643]

Pelajaran:
•Teladan Salaf dalam memuliakan, mencintai & menolong para ulama
•Bergaul dengan ulama & orang shalih
•Memilih teman yang baik dalam perjalanan & pergaulan
•Akhlak & sikap tawadhu (rendah hati) para ulama
•Memuliakan & membantu seorang muslim, terlebih seorang penuntut ilmu
•Melayani & membantu teman seperjalanan
•Memuliakan & mencintai para sahabat Nabi shallallahu'alaihi wa sallam.

•Petuah Ulama (45) Sikap Penguasa terhadap Pencela Sahabat Nabi Muhammad Shallallahu'alaihi wa Sallam:

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,

من لعن أحدا من أصحاب النبى صلى الله عليه وسلم كمعاوية بن أبى سفيان وعمرو بن العاص ونحوهما ومن هو أفضل من هؤلاء كأبى موسى الأشعرى وأبى هريرة ونحوهما أو من هو أفضل من هؤلاء كطلحة والزبير وعثمان وعلى بن أبى طالب أو أبى بكر الصديق وعمر أو عائشة أم المؤمنين وغير هؤلاء من أصحاب النبى صلى الله عليه وسلم فإنه مستحق للعقوبة البليغة باتفاق أئمة الدين وتنازع العلماء هل يعاقب بالقتل أو ما دون القتل

"Barangsiapa melaknat salah seorang sahabat Nabi shallallahu'alaihi wa sallam seperti Mu'awiyah bin Abi Sufyan, 'Amr bin Al-'Ash dan selain keduanya, apalagi yang lebih afdhal dari mereka seperti Abu Musa Al-'Asy'ari, Abu Hurairah dan selain keduanya, atau yang lebih afdhal lagi dari mereka seperti Thalhah, Az-Zubair, 'Utsman dan Ali bin Abi Thalib, atau Abu Bakr Ash-Shiddiq dan Umar, atau Aisyah Ummul Mukminin dan para sahabat Nabi shallallahu'alaihi wa sallam selain mereka, maka ia pantas mendapatkan hukuman yang berat menurut kesepakatan para ulama agama Islam, hanya saja ulama berbeda pendapat apakah ia dihukum mati atau tidak sampai dihukum mati." [Majmu' Al-Fatawa, 35/58]

www.fb.com/sofyanruray.info

Thursday, July 24, 2014

Petuah petuah indah Ulama Ahlus Sunnah

Petuah-petuah Indah Ulama Ahlus Sunnah

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

•Petuah Ulama (41) Semangat Ibadah di 10 hari Terakhir Ramadhan, Siang dan Malamnya:

Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata,

استحب أن يكون اجتهاده في نهارها كاجتهاده في ليلها

“Disunnahkan untuk lebih semangat ibadah pada 10 hari terakhir Ramadhan di siang hari, seperti di malam hari.” [Lathooiful Ma’aarif: 228]

•Petuah Ulama (42) Teladan Sahabat dalam Kedermawanan:

Al-Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkan,

أتت ابن عمر اثنان وعشرون ألف دينار في مجلس فلم يقم حتى فرقها

"Ibnu Umar radhiyallahu'anhuma mendapatkan harta sebesar 22.000 Dinar dalam suatu majelis, maka beliau tidak berdiri sampai beliau membagikan seluruh harta tersebut." [Az-Zuhd: 157]

Keterangan: 1 Dinar = 4,25 gram emas. Apabila 1 gram emas seharga Rp. 400.000,- maka 22.000 x 4,25 x Rp. 400.000 = Rp. 37,4 M yang disedekahkan sahabat yang mulia Ibnu Umar radhiyallahu'anhuma di salah satu majelis ilmu beliau.

•Petuah Ulama (43) Saat Kita Bersyukur, Kesyukuran Kita Tak Akan Pernah Menyamai Kenikmatan yang Allah Berikan, Apalagi Jika Kita Tidak Bersyukur, Malah Bermaksiat:

Al-Hafizh Ibnu Rajab rahimahullah berkata,

على كل نعمة على العبد من الله في دين أو دنيا يحتاج إلى شكر عليها ثم للتوفيق للشكر عليها نعمة أخرى تحتاج إلى شكر ثان ثم التوفيق للشكر الثاني نعمة أخرى يحتاج إلى شكر أخر وهكذا أبدا فلا يقدر العبد على القيام بشكر النعم وحقيقة الشكر الاعتراف بالعجز عن الشكر

“Atas setiap nikmat dari Allah untuk seorang hamba, baik nikmat agama maupun dunia wajib disyukuri, kemudian ketika ia dimampukan bersyukur maka itu adalah kenikmatan lain yang wajib disyukuri yang kedua, kemudian ketika ia dimampukan bersyukur yang kedua maka itu juga kenikmatan yang wajib disyukuri berikutnya, demikian seterusnya, seorang hamba tidak akan mampu mensyukuri semua kenikmatan, oleh karena itu hakikat syukur adalah pengakuan atas ketidakmampuan hamba dalam bersyukur.” [Lathooiful Ma’aarif: 244]

www.fb.com/sofyanruray.info

Tuesday, July 15, 2014

[Audio] Kehidupan setelah kematian

[ Audio ] Kajian intensif dua hari (12 & 13 Juli 2014) di Prana Estate Sukabumi dengan tema " Kehidupan Setelah Kematian " pemateri Ust. Wira Mandiri Bachrun.

Kehidupan Setelah Kematian - Sesi 1 http://goo.gl/YJeBKr

Kehidupan Setelah Kematian - Sesi 2 http://goo.gl/Fis54i

Kehidupan Setelah Kematian - Sesi 3 http://goo.gl/joEFq0

Kehidupan Setelah Kematian - Sesi 4 http://goo.gl/pvPQyu

Semoga Bermanfaat.

Monday, July 14, 2014

Nasehat emas ulama salaf

NASEHAT EMAS ULAMA SALAF

Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata:
“Sederhana dalam Sunnah lebih baik daripada bersungguh-sungguh di dalam bid’ah.”
(Ibnu Nashr 30, Al-Lalikai 1/88 no. 114, dan Al-Ibanah 1/320 no. 161)

Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata:
“Tetaplah kamu beristiqamah dan berpegang dengan atsar serta jauhilah bid’ah .”
(Al-I’tisham, 1/112)

Al-Imam Az-Zuhri rahimahullah berkata:
Ulama kita yang terdahulu selalu mengatakan: “Berpegang dengan Sunnah adalah keselamatan. Ilmu itu tercabut dengan segera, maka tegaknya ilmu adalah kekokohan Islam sedangkan dengan perginya para ulama akan hilang pula semua itu (ilmu dan agama).”
(Al-Lalikai 1/94 no. 136 dan Ad-Darimi, 1/58 no. 16)

Al-Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah berkata:
“Berhati-hatilah kamu, jangan sampai menulis masalah apapun dari ahli ahwa’, sedikit atau pun banyak. Berpeganglah dengan Ahlul Atsar dan Ahlus Sunnah .”
(As-Siyar, 11/231)

Al-Imam Al-Auza’i rahimahullah berkata:
“Berpeganglah dengan atsar Salafus Shalih meskipun seluruh manusia menolakmu dan jauhilah pendapat orang-orang (selain mereka) meskipun mereka menghiasi perkataannya terhadapmu .”
(Asy-Syari’ah hal. 63)

Sumber: http://qurandansunnah.

KISAH menarik. Ibnul Mubarak -rohimahulloh- pernah ditanya, "Kesombongan itu apa?"

"Saya Ikhwa yang Paling Jago Bahasa Arab, Semua Ikhwa Lainnya Bodoh!"

KISAH menarik. Ibnul Mubarak -rohimahulloh- pernah ditanya,

"Kesombongan itu apa?"

Beliau menjawab, "Saat engkau meremehkan manusia."

Beliau ditanya lagi, "Kalau ujub?"

Beliau menjawab, "Saat engkau menganggap bahwa engkau memiliki satu kelebihan yang tidak dimiliki orang lain."
(As-Siyar: 8/407)

Saudaraku, mari kita menginsyafi sejenak diri kita. Siapa tahu jawaban-jawaban Ibnul Mubarok -rohimahulloh- itu tepat berada dalam diri kita.

Bisa saja penyakit sombong itu berada dalam diri kita. Yang mana kita kerap kali meremehkan saudara kita, dalam bentuk-bentuk berbeda. Menganggapnya paling miskin harta, orang paling bodoh, paling banyak aibnya, bahkan kita menganggap orang tersebut paling banyak dosanya. Astagfirulloh.

Rosululloh shollallohu alayhi wasallam bersabda,

"Tiga perkara yang membinasakan, rasa pelit yang ditaati, hawa nafsu yang diikui dan ujubnya seseorang terhadap dirinya sendiri."
(HR at-Thobroni dalam Al-Awshoth no 5452 dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam as-shahihah No. 1802)

Dan juga, bisa jadi penyakit ujub itu ada dalam batin kita. Barangkali diri kita sering berkata,

"Saya orang paling dermawan di sini, semua orang kikir,"

"Di Indonesia ini, sayalah yang akan ke Gaza pertama kali, semua orang pengecut,"

"Saya ikhwa yang paling jago bahasa Arab, semua ikhwa lainnya bodoh,"

"Saya paling pintar diantara teman-teman, karena saya S2 sekarang, mereka masih S1,"

"Saya di sini adalah ikhwa paling berilmu, karena saya paling banyak mengenal ustadz,"

Nas alulloha salamah wal afiyah.

Allah Ta’ala berfirman,
“Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang menyombongkan diri.”
(QS. An Nahl: 23)

Haritsah bin Wahb Al Khuzai’i berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Maukah kamu aku beritahu tentang penduduk neraka? Mereka semua adalah orang-orang keras lagi kasar, tamak lagi rakus, dan takabbur(sombong) .“
(HR. Bukhari no. 4918 dan Muslim no. 2853)

Semoga Alloh azza wa jalla menjauhkan kita dari sifat ujub dan sombong....[]

Kusnandar Putra

--Bontote'ne, 16 Romadhon 1435 H

Sunday, July 13, 2014

Kegembiraan Allah akan taubat hambaNya

Untaian Faidah Nabawiyah

(39) Kegembiraan Allah Akan Taubat HambaNya

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

للهُ أَشَدُّ فَرَحاً بِتَوبَةِ عَبْدِهِ حِينَ يتوبُ إِلَيْهِ مِنْ أَحَدِكُمْ كَانَ عَلَى رَاحِلَتهِ بأرضٍ فَلاةٍ ، فَانْفَلَتَتْ مِنْهُ وَعَلَيْهَا طَعَامُهُ وَشَرَابهُ فأَيِسَ مِنْهَا ، فَأَتى شَجَرَةً فاضطَجَعَ في ظِلِّهَا وقد أيِسَ مِنْ رَاحلَتهِ ، فَبَينَما هُوَ كَذَلِكَ إِذْ هُوَ بِها قائِمَةً عِندَهُ ، فَأَخَذَ بِخِطامِهَا ، ثُمَّ قَالَ مِنْ شِدَّةِ الفَرَحِ : اللَّهُمَّ أنْتَ عَبدِي وأنا رَبُّكَ ! أَخْطَأَ مِنْ شِدَّةِ الفَرَحِ

"Sungguh Allah lebih hebat kegembiraanNya akan taubat hambaNya ketika dia bertaubat daripada kegembiraan seseorang bersama kendaraannya di padang yang luas, kemudian kendaraannya tersebut hilang bersama dengan makanan dan minumannya sehingga dia berputus asa, sampai ketika dia bersandar dan berteduh pada sebuah pohon dalam keadaan putus asa karena kehilangan kendaraannya, tiba-tiba kendaraannya sudah berada dan berdiri di hadapannya, kemudian dia mengambil tali kekangnya dan saking bergembiranya dia mengatakan : "Wahai Allah Engkau adalah hambaku dan aku adalah rabbMu!" Dia keliru karena saking bergembiranya." (HR. Muslim)

Ayub Abu Ayub
@aayyuba
PIN : 73EDEDE2

Thursday, July 10, 2014

Sebuah kisah penggugah jiwa pemimpin sejati

Sebuah Kisah Penggugah Jiwa Pemimpin Sejati

��Dikisahkan oleh para ahli sejarah Islam tentang salah satu potongan sejarah seorang penguasa muslim yang shalih lagi kuat dan tangguh serta sangat mencintai kaum muslimin, Umar bin Abdul Aziz rahimahullah:

��Umar bin Abdul Aziz pernah mengirim seorang untusan kepada Penguasa Romawi, maka setelah menemuinya utusan tersebut keluar dari ruangannya seraya berkeliling, tatkala ia melewati salah satu ruangan, ia mendengar seseorang membaca Al-Qur’an sambil membuat adonan, maka ia pun mendatanginya lalu mengucapkan salam atasnya namun orang tersebut tidak membalas salamnya sampai dua atau tiga kali.

��Orang itu pun berkata: Bagaimana mungkin ada ucapan salam di negeri (kafir) ini?

��Sang utusan pun memberitahukan bahwa ia adalah utusan Khalifah Umar kepada Penguasa Romawi. Dan ia berkata: Apa yang terjadi padamu?

��Orang itu menjawab: Aku tertawan di tempat ini dan itu (ketika berjihad), maka aku dibawa untuk menghadap Penguasa Romawi, lalu aku dipaksa masuk Kristen, aku pun menolak. Dia lalu berkata: Kalau kamu tidak mau maka aku akan membutakan dua matamu.

☑Aku pun memilih agamaku dibanding mataku, maka ia membutakan mataku dan menahanku di tempat ini, dan dikirimkan kepadaku setiap hari sebiji gandum untuk kuadon dan sepotong roti untuk kumakan.

��Maka sang utusan segera pulang menemui Umar bin Abdul Aziz, lalu ia mengabarkan berita tawanan muslim tersebut. Utusan berkata: Aku belum selesai bercerita tentang kisahnya, namun aku melihat air mata Umar bercucuran deras hingga membasahi di antara kedua tangannya, kemudian beliau memerintahkan untuk segera menulis surat kepada Penguasa Romawi:

��Baca Selengkapnya:
��http://forumsunnah.net/sebuah-kisah-penggugah-jiwa-pemimpin-sejati/

Bacaan dalam shalat tarawih dan witir

Bacaan dalam Shalat Tarawih dan Witir

Dalam Qiyâm Ramadhân hal. 23-25, Syaikh Al-Albany berkata,

“Tentang bacaan dalam shalat Lail pada qiyâm Ramadhan dan selainnya, Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam tidaklah menetapkan suatu batasan tertentu yang tidak boleh dilampaui dengan bentuk tambahan dan pengurangan., Pada setiap rakaat, beliau kadang membaca sekadar yâ ayyuhal muzzammil (surah Al-Muzzammil) yang bacaan tersebut (berjumlah) dua puluh ayat, dan kadang sekadar lima puluh ayat. Beliau bersabda,

مَنْ صَلَّى فِيْ لَيْلَةٍ بِمِائَةِ آيَةٍ لَمْ يُكْتَبْ مِنَ الْغَافِلِيْنَ

“Barangsiapa yang mengerjakan shalat dengan (membaca) seratus ayat dalam semalam, tidaklah ia termasuk ke dalam golongan orang-orang yang lalai.”

… بِمِائَتَيْ آيَةٍ فَإِنَّهُ يُكْتَبُ مِنَ الْقَانِتِيْنَ الْمُخْلِصِيْنَ

“… dengan (membaca) dua ratus ayat, sungguh ia termasuk ke dalam golongan orang-orang yang qânit ‘khusyu’, panjang shalatnya,-pent.’ lagi ikhlas.”

Selain itu, pada suatu malam dan dalam keadaan sakit, beliau shallallâhu ‘alaihi wa sallam membaca tujuh (surah) yang panjang, yaitu surah Al-Baqarah, Âli ‘Imrân, An-Nisâ`, Al-Mâ`idah, Al-An’âm, Al-A’râf, dan At-Taubah.

Juga dalam kisah pelaksanaan shalat Hudzaifah bin Al-Yamân di belakang Nabi ‘alaihish shalâtu was salâm bahwa beliau shallallâhu ‘alaihi wa sallammembaca (surah) Al-Baqarah, lalu (surah) An-Nisâ’, kemudian (surah) Âli ‘Imrân dalam satu rakaat, dan beliau membaca (beberapa surah) tersebut dengan lambat lagi pelan.

Juga telah tsabit (sah, tetap) dengan sanad yang paling shahih bahwa, tatkala ‘Umar radhiyallâhu ‘anhu memerintah Ubay bin Ka’ab untuk mengerjakan shalat (mengimami) manusia sebanyak sebelas rakaat dalam Ramadhan, Ubay radhiyallâhu ‘anhu membaca dua ratus (ayat) sampai orang-orang yang (bermakmum) di belakangnya bersandar di atas tongkat karena kelamaan berdiri, dan tidaklah mereka bubar kecuali pada awal-awal fajar.

Juga telah shahih dari ‘Umar bahwa beliau memanggil para pembaca Al-Qur`an pada bulan Ramadhân, kemudian memerintah orang yang bacaannya paling cepat untuk membaca tiga puluh ayat, orang yang pertengahan (kecepatan membacanya untuk membaca) dua puluh lima ayat, dan orang yang lambat (kecepatan membacanya untuk membaca) dua puluh ayat.Dibangun di atas hal tersebut, kalau seseorang mengerjakan shalat sendirian, silakan memperpanjang sesuai dengan kehendaknya, demikian pula bila ada (orang yang mengerjakan shalat) bersamanya dari (kalangan) orang yang bersepakat dengannya (dalam hal memperpanjang pelaksanaan shalat,-pent.). (Lagipula), setiap kali (pelaksanaan shalat seseorang) panjang, hal itu lebih utama. Akan tetapi, ia janganlah berlebihan dalam hal memperpanjang (pelaksanaan shalat) sampai menghidupkan seluruh malam, kecuali kadang-kadang, dalam rangka mengikuti Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam yang bersabda,

,وَخَيْرُ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّد

ٍ“Dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad (shallallâhu ‘alaihi wa sallam).”

Selain itu, apabila mengerjakan shalat sebagai imam, hendaknya ia memperpanjang (pelaksanaan shalatnya) dengan sesuatu yang tidak memberatkan orang-orang (yang bermakmum) di belakangnya berdasarkan sabda beliau shallallâhu ‘alaihi wa sallam,

,إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ لِلنَّاسِ فَلْيُخَفِّفِ الصَّلَاةَ، فَإِنَّ فِيْهِمُ (الصَّغِيْرَ) وَالْكَبِيْرَ وَفِيْهِمُ الضَّعِيْفَ، وَ(الْمَرِيْضَ)، (وَذَا الْحَاجَةِ)، وَإِذَا قَامَ وَحْدَهُ فَلْيُطِلْ صَلَاتَهُ مَا شَاءَ.

“Apabila salah seorang dari kalian qiyâm (mengerjakan shalat) untuk (mengimami) manusia, hendaknya ia memperingan pelaksanaan shalatnya karena, di antara mereka (yang bermakmum), ada anak kecil dan orang besar, serta di antara mereka, ada orang lemah, orang sakit, dan orang yang mempunyai keperluan. Apabila qiyâm sendirian, hendaknya ia memperpanjang pelaksanaan shalatnya sesuai dengan kehendaknya.”.

”Demikian keterangan Syaikh Al-Albâny tentang bacaan pada qiyamul lail. Adapun bacaan dalam shalat Witir, beberapa hadits yang menjelaskannya, di antaranya, adalah hadits Ubay bin Ka’ab riwayat Imam Ahmad dan selainnya bahwa Ubay berkata,

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ فِي الْوِتْرِ بِـسَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى وَقُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ فَإِذَا سَلَّمَ قَالَ سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوْسِ ثَلَاثَ مَرَاتٍ

“Pada shalat Witir, adalah Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam membacasabbihisma Rabbikal A’lâ (surah Al-A’la), qul yâ ayyuhal kâfirûn (surah Al-Kâfirûn), dan qul huwallâhu ahad (surah Al-Ikhlash). Apabila salam, beliau berkata, ‘Subhânal Malikul Quddûs,’ [1] sebanyak tiga kali.” [2]

Juga dalam hadits ‘Abdurrahman bin Abi Abza riwayat Ahmad dan selainnya bahwa beliau berkata,

,إِنَّهُ كَانَ يَقْرَأُ فِي الْوِتْرِ بِـسَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى وَقُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ وَقُلْ هُو
َ اللهُ أَحَدٌ فَإِذَا سَلَّمَ قَالَ سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوْسِ سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوْسِ سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوْسِ وَرَفَعَ بِهَا صَوْتَهُ“
"Pada shalat Witir, sesungguhnya beliau membaca sabbihisma Rabbikal A’lâ(surah Al-A’la), qul yâ ayyuhal kâfirûn (surah Al-Kâfirûn), dan qul huwallâhu ahad (surah Al-Ikhlash). Apabila salam, beliau berkata, ‘Subhânal Malikul Quddûs, Subhânal Malikul Quddûs, Subhânal Malikul Quddûs,’ dan mengeraskan suaranya ketika (membaca bacaan) itu.” [3]

Berdasarkan dua hadits di atas, Ats-Tsaury, Ishâq, dan Abu Hanîfah menganggap bahwa pembacaan tiga surah di atas dalam shalat Witir adalah sunnah. Membaca 3 Surah pada Akhir Shalat Witir

Imam Mâlik dan Asy-Syâfi’iy juga menganggap bahwa pembacaan tiga surah di atas dalam shalat Witir adalah sunnah, kecuali pada rakaat ketiga. Menurut keduanya, pada rakaat ketiga, selain surah Al-Ikhlash, seseorang juga disunnahkan untuk menambah bacaan dengan surah Al-Falaq dan surah An-Nâs.Namun, hadits mengenai tambahan dua surah tersebut dianggap lemah oleh Imam Ahmad, Ibnu Ma’in, dan Al-‘Uqaily. Oleh karena itu, seharusnya orang yang mengerjakan shalat Witir tiga rakaat hanya membaca surah Al-Ikhlash pada rakaat ketiga.

Dalam Sifat Shalat An-Nabi hal. 122 (cet. kedua Maktabah Al-Ma’ârif), Syaikh Al-Albâny juga menshahihkan hadits tentang pembacaan seratus ayat dari surah An-Nisâ` dalam rakaat shalat Witir.[4]

[1] Artinya adalah Maha suci Yang Maha berkuasa lagi Yang Maha suci.
[2] Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah 2/95, 6/89, Ahmad 5/123, Ibnul Jârud no. 271, Abu Dâud no. 1430, An-Nasâ`iy 3/235, 244, Ibnul Hibban no. 2450, Ad-Dâraquthny 2/31, Ath-Thabarâny dalam Al-Ausath 8/no. 8115, dan Al-Baihaqy 3/39, 40, 41. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albâny, dalam beberapa buku beliau, dan Syaikh Muqbil, dalam Al-Jâmi’Ash-Shahîh 2/160-161.
[3] Diriwayatkan oleh Ath-Thayâlisy no. 546, Ibnu Abi Syaibah 2/93, Ahmad 3/406, 407, ‘Abd bin Humaid sebagaimana dalam Al-Muntakhab no. 312, An-Nasâ`iy 3/244, 245, 246, 247, 249, 250, 251, Ibnul Ja’ad no. 487, Ath-Thahâwy 1/292, Al-Hâkim 1/406, Al-Baihaqy 3/41, dan Ibnul Jauzy dalam At-Tahqîq no. 673. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albâny, dalam beberapa buku beliau, dan Syaikh Muqbil, dalam Al-Jâmi’Ash-Shahîh 2/161.
[4] Tentang pembahasan dalam bab ini, baca jugalah Al-Mughny 2/599-600 karya Ibnu Qudamah, Al-Majmu’ 2/599 karya An-Nawawy, dan Syarhus Sunnah 4/98 karya Al-Baghawy

Sumber : http://dzulqarnain.net/bacaan-dalam-shalat-tarawih-dan-witir.html

Faidah Ramadhan (11)

FAIDAH RAMADHAN (11)

Seorang wanita yang ingin membayar kaffarah dengan berpuasa dua bulan berturut-turut namun terhalangi dengan haidh setiap bulannya

Berkata Ibnul Mundzir -rahimahullah-:

أجمع كل من نحفظ عنه من أهل العلم على أن المرأة إذا كان عليها صوم شهرين متتابعين فصامت بعضا ثمّ حاضت أنها تبني إذا طهرت

"Seluruh ulama' yang kami menghafal dari mereka telah bersepakat bahwa seorang wanita jika memiliki puasa dua bulan berturut-turut maka iapun telah berpuasa disebagiannya kemudian haidh maka sesungguhnya ia hanya melanjutkannya setelah suci".

__________
Al Isyraf (5/305)

               

ustadz Fauzan al-Kutawy

Silsilah Durus

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites