Ust. Abul Fadhl Shobaruddin Bin Arif
Pertanyaan :
Budaya
Khalwat,
Ikhtilath dan
Tabarruj sudah menjadi corak kehidupan banyak perempuan masa kini. Tolong dijelaskan hukum syari’at dalam hal tersebut.
Jawab :
Allah
Subhanahu Wa Ta’ala telah mengutus Nabi
shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam
dengan membawa petunjuk dan agama yang lurus untuk mengeluarkan manusia
dari keadaan yang gelap gulita kepada keadaan yang penuh dengan cahaya
yang terang benderang. Dan Allah
Subhanahu Wa Ta’ala telah
mengutus Nabi-Nya sebagai penyeru dan penyempurna akhlaq yang mulia.
Dan tidak diragukan lagi bahwa di antara akhlaq yang mulia adalah adanya
rasa malu, yang mana Rasulullah
shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam mengatakan bahwa malu adalah termasuk dari cabang keimanan.
Dan secara umum kehidupan seorang muslim dan muslimah yang berpegang
teguh kepada agamanya adalah kehidupan yang dibangun diatas dasar ibadah
kepada Allah, menjaga kesucian diri, menjaga kemulian dan
ghirah dan menjaga rasa malu.
Namum sangatlah disayangkan bahwa prinsip kehidupan tersebut banyak
dilupakan atau tidak disadari oleh banyak perempuan muslimah saat ini.
Corak pergaulan dan pakaian banyak perempuan saat ini adalah bentuk dari
gaya jahiliyah yang dicontoh dari negeri kafir sehingga banyak dari
perempuan sama sekali tidak menunjukkan ciri seorang perempuan muslimah
yang penuh adab dan akhlak yang mulia dengan pakaian yang mencocoki
syari’at dan menggambarkan rasa malu serta menjaga aurat sebagai
hiasan perempuan
sholihah yang merupakan dambaan setiap insan.
Dan yang lebih mengerikan lagi, ternyata fitnah perempuan pada zaman
ini telah menimbulkan berbagai macam kerusakan, dan telah menyebabkan
tersebarnya berbagai bentuk kekejian dan kemungkaran. Maka wajib atas
setiap muslim dan muslimah untuk saling nasehat-menasehati dan saling
berwasiat dalam kebenaran untuk menjaga diri kita semua dari jurang api
neraka.
A’adzanallahu wa iyyaka minannar.
Berikut ini uraian tiga permasalahan diatas dengan harapan bisa
mengokohkan perempuan mukminah diatas kemulian dan kehormatan dan untuk
merontokkan segala slogan dan seruan para pengekor syahwat dan
syaithon yang ingin menjatuhkan mereka dalam jurang kehinaan dan kenistaan.
Wallahul Muwaffiq.
HUKUM KHALWAT
Pengertian Khalwat
Khalwat adalah seorang laki-laki berada bersama perempuan yang bukan mahramnya dan tidak ada orang ketiga bersamanya. (Lihat
Al-Mar`atul Muslimah Baina Ijtihadil Fuqoha` wa Mumarosat Al-Muslimin hal. 111).
Khalwat adalah perkara yang diharamkan dalam agama ini, sebagaimana yang ditunjukkan oleh dalil – dalil.
Diantara dalil-dali itu adalah sebagai berikut :
Satu : Hadits ‘Uqbah bin
Amir
radhiyallahu ‘anhu yang dikeluarkan oleh
Bukhary-Muslim, Rasulullah
shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda :
إِيَّاكُمْ وَالدُّخُوْلَ عَلَى
النِّسَاءِ فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ يَا رَسُوْلَ اللهِ
أَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ قَالَ الْحَمْوُ الْمَوْتُ.
“Hati-hati kalian terhadap masuk (bertemu) dengan para perempuan. Maka berkata seorang lelaki dari Anshar : “Wahai Rasulullah bagaimana pendapatmu dengan Al-Hamwu. Beliau berkata : “Al-Hamwu adalah maut”.
Imam Muslim mengeluarkan dengan sanad yang
shohih dari
Al-Lais bin Sa’ad Ahli Fiqh negeri Mesir
rahimahullah, Beliau berkata : “
Al–Hamwu adalah saudara laki-laki suami dan yang serupa dengannya dari kerabat sang suami ; Anak paman dan yang semisalnya”.
Berkata Imam Nawawi : “Sepakat ahli bahasa bahwa makna
Al–Hamwu
adalah kerabat suami sang istri seperti bapaknya, Ibunya, saudara
laki-lakinya, anak saudara laki-lakinya, anak pamannya dan yang
semisalnya”.
Kemudian Imam An-Nawawy berkata : “Dan yang diinginkan dengan
Al-Hamwu
disini (dalam hadits diatas,-pent.) adalah kerabat suami selain
bapak-bapaknya dan anak-anaknya. Adapun bapak-bapak dan anak-anaknya,
mereka adalah mahram bagi istrinya, boleh bagi mereka ber-
khalwat dengannya dan tidaklah mereka disifatkan sebagai maut”. Baca :
Syarah Shohih Muslim 14/154.
Adapun sabda Rasulullah
shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam :
“Al-Hamwu adalah maut”, ada beberapa penjelasan dari para ‘ulama tentang maksudnya :
- Maksudnya bahwa ber-khalwat dengan Al-Hamwu akan
mengantar kepada kehancuran agama seseorang yaitu dengan terjatuhnya
kedalam maksiat, atau mengantar kepada mati itu sendiri yaitu apabila ia
melakukan maksiat dan mengakibatkan ia dihukm rajam, atau bisa
kehancuran bagi perempuan itu sendiri yaitu ia akan diceraikan oleh
suaminya bila sebab kecemburaannya.
- Berkata Ath-Thobary : “Maknanya adalah seorang lelaki ber-khalwat dengan
istri saudara laki-lakinya atau (istri) anak saudara laki-lakinya
kedudukannya seperti kedudukan maut dan orang arab mensifatkan sesuatu
yang tidak baik dengan maut”.
- Ibnul ‘A’raby
menerangkan bahwa orang arab kalau berkata : “Singa adalah maut” artinya
berjumpa dengan singa adalah maut yaitu hati-hatilah kalian dari singa
sebagaimana kalian hati-hati dari maut.
- Berkata pengarang Majma’ Al-Ghora`ib : “Yaitu tidak boleh seorangpun ber-khalwat dengannya kecuali maut”.
- Berkata Al-Qodhi ‘Iyadh : “Maknanya bahwa ber-khalwat dengan Al-Hamwu adalah pengantar kepada fitnah dan kebinasaan”.
- Berkata Al-Qurthuby : “Maknanya bahwa masuknya kerabat suami
(bertemu) dengan istrinya menyerupai maut dalam jeleknya dan rusaknya
yaitu hal tersebut diharamkan (dan) dimaklumi pengharamannya”.
Lihat :
Fathul Bary 9/332 karya
Al-Hafizh Ibnu Hajar dan
Syarah Shohih Muslim karya Imam An-Nawawy 14/154.
Dua : Hadits Ibnu Abb
as
radhiyallahu ‘anhuma riwayat
Bukhary, Rasulullah
shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam berkata :
لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلَّا مَعَ ذِيْ
مَحْرَمٍ فَقَامَ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُوْلَ اللهِ امْرَأَتِيْ خَرَجَتْ
حَاجَّةً وَاكْتُتِبْتُ فِيْ غَزْوَةِ كَذَا وَكَذَا قَالَ ارْجِعْ
فَحَجَّ مَعَ امْرَأَتِكَ.
“Janganlah seorang laki-laki ber-khalwat dengan perempuan
kecuali bersama mahramnya. Maka berdirilah seorang lelaki lalu berkata :
“Wahai Rasulullah, istriku keluar untuk haji dan saya telah terdaftar
di perang ini dan ini”. Beliau berkata : “Kembalilah engkau, kemudian
berhajilah bersama istrimu”.
Berkata Al – hafidz Ibnu Hajar dalam Fathur bari (4/ 32 – 87) :
“Hadist ini menunjukkan pengharaman khalawat antara seorang laki-laki
dan seorang perempuan yang tidak semahram, dan hal ini disepakati oleh
para ‘ulama dan tidak ada
khilaf didalamnya”.
Tiga : Nabi
shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda :
لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ فَإِنَّ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ.
“Jangan sekali-kali seorang laki-laki bersendirian dengan perempuan karena yang ketiga bersama mereka adalah syeitan”. (Dishohihkan oleh Syeikh Al-Albany dalam
Ash-Shohihah no. 430).
Ibnu Qudamah dalam Al-Mughny 9/490 setelah tentang disyari’atkannya
melihat kepada perempuan yang dipinang, beliau menjelaskan beberapa
hukum yang berkaitan dengannya, diantaranya beliau berkata : “Dan tidak
boleh ber-
khalwat dengannya karena
khalwat adalah haram dan tidak ada dalam syari’at (pembolehan) selain dari melihat karena dengan
khalwat itu tidak ada jaminan tidak terjatuh ke dalam hal yang terlarang”.
Empat : Hadist Jabir yang dikeluarkan oleh Imam Muslim, Rasulullah
shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda :
أَلَا لَا يَبِيْتَنَّ رَجُلٌ عِنْدَ امْرَأَةٍ ثَيِّبٍ إِلَّا أَنْ يَكُوْنَ نَاكِحًا أَوْ ذَا مَحْرَمٍ.
“Janganlah seorang laki-laki bermalam di tempat seorang janda kecuali ia telah menjadi suaminya atau sebagai mahramnya”.
Imam An-Nawawi berkata dalam
Syarah Shohih Muslim
(14/153) : “Hadits ini dan hadits-hadits setelahnya (menunjukkan)
haramnya ber-khalwat dengan perempuan ajnabiyah (bukan mahram) dan
(menunjukkan) bolehnya ber-khalwat dengan siapa yang merupakan
mahramnya. Dan dua perkara ini disepakai (dikalangan para
‘ulama,-pent.)”.
Dan perlu diketahui bahwa pengharaman khalawat tersebut adalah
berlaku umum, baik itu dirumah maupun diluar rumah serta tempat yang
lainnya. Lihat
Al-Mufashshol Fii Ahkamil Mar`ah (3/ 422).
Lima : Hadits ‘Abdullah bin Mas’ud
radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah
shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda :
الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ فَإِذَا خَرَجَتْ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ.
“Perempuan itu adalah aurat, kalau dia keluar maka dibuat agung/indah oleh syeitan”. (HR. At-Tirmidzi no. 1173 dan lain-lainnya dan dishohihkan oleh Syeikh Muqbil dalam Al-Jami’ Ash-Shohih).
HUKUM IKHTILATH
Makna Ikhtilath.
Makna
ikhtilath secara bahasa adalah bercampurnya sesuatu dengan sesuatu yang lain (Lihat :
Lisanul ‘Arab 9/161-162).
Adapun maknanya secara
syar’iy yaitu percampurbauran antara laki-laki dan perempuan yang tidak hubungan mahram pada tempat. (Lihat :
Al-Mufashshol Fii Ahkamil Mar`ah : 3/421 dan
Al-Mar`atul Muslimah Baina Ijtihadil Fuqoha` wa Mumarosat Al-Muslimin hal. 111).
Hukum Ikhtilath.
Hukum
ikhtilath adalah haram berdasarkan dalil-dalil sebagai berikut :
Satu : Firman Allah
Subhanahu Wa Ta’ala dalam surah
Al-Ahzab ayat 33 :
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ
“dan hendaklah kamu tetap di rumahmu”.
Berkata Imam Al-Qurthuby dalam menafsirakan ayat ini : “Makna ayat
ini adalah perintah untuk tetap berdiam atau tinggal di rumah, walaupun
yang diperintah dalam ayat ini adalah para istri Nabi Rasulullah
shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam namun secara makna masuk pula selain dari istri-istri beliau Rasulullah
shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam“. (Lihat
Tafsirul Qurthuby : 4/179).
Dan Ibnu Katsir berkata tentang makna ayat ini : “Tinggallah kalian
di rumah-rumah kalian, janganlah kalian keluar kecuali bila ada
keperluan”.
Dua : Firman Allah
‘Azza Wa Jalla dalam surah
Al-Isra` ayat 32 :
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا
“Dan janganlah kalian mendekati zina”.
Larangan dalam ayat ini dengan konteks
“Jangan kalian mendekati” menunjukkan bahwa
Al-Qur`an
telah mengharamkan zina begitu pula pendahuluan-pendahuluan yang dapat
mengantar kepada perbuatan zina serta sebab-sebabnya secara keseluruhan
seperti melihat, ikhtilath, berkhalwat, tabarruj dan lain-lain”. (Lihat
Tafsir Ibnu Katsir 3/39).
Tiga : Hadits Ibnu ‘Umar
radhiyallahu ‘anhuma yang dikeluarkan oleh Abu Daud dengan sanad yang hasan dari seluruh jalan-jalannya, Rasulullah
shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda :
لَا تَمْنَعُوْا نِسَائَكُمُ الْمَسَاجِدَ وَبُيُوْتُهُنَّ خَيْرٌ لَهُنَّ
“Janganlah kalian melarang para perempuan kalian (untuk menghadiri) mesjid, dan rumah-rumah mereka lebih baik bagi mereka”.
Dan dengan lafazh yang lain yang diriwayatkan oleh Imam Bukh
ary dan Imam Muslim dari hadits Ibnu ‘Umar pula, Rasulullah
shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda :
لَا تَمْنَعُوا إِمَاءَ اللهِ مَسَاجِدَ اللهِ.
“Janganlah kalian melarang hamba-hamba Allah yang perempuan (untuk menghadiri) mesjid-mesjid Allah.
Hadits ini menjelaskan tentang tidak wajibnya perempuan menghadiri
sholat jama’ah bersama laki-laki di mesjid, ini berarti boleh bagi
perempuan untuk menghadiri sholat jama’ah di mesjid akan tetapi
rumah-rumah mereka lebih baik bagi mereka. Dan para ulama
fuqaha`
sepakat tentang tidak wajibnya hal tersebut. Dan sebagian dari mereka
memakruhkan untuk perempuan muda, adapun untuk perempuan yang telah tua
maka mereka membolehkannya dan yang rojih adalah hukumnya boleh. (Lihat :
Al-Mufashshol Fii Ahkamil Mar`ah: 3/424).
Berkata Imam An-Nawawy dalam
Syarah Shohih Muslim
(2/83) : “Ini menunjukkan bolehnya perempuan ke mesjid untuk menghadiri
sholat jama’ah, tentunya bila memenuhi syarat-syarat yang telah
ditetapkan oleh syari’at. Diantaranya tidak keluar dengan menggunakan
wangi-wangian, tidak berpakaian yang menyolok dan termasuk didalamnya
tidak bercampur atau ikhtilath dengan laki-laki yang bukan mahramnya”.
Empat : Hadits Aisyah
radhiyallahu ‘anha yang dikeluarkan oleh Imam Bukh
ary, beliau berkata:
اسْتَأْذَنْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ فِي الْجِهَادِ فَقَالَ : جِهَادُكُنَّ الْحَجُّ.
“Saya meminta izin kepada Nabi shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam untuk berjihad, maka Rasulullah shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda : Jihad kalian adalah berhaji”.
Berkata Ibnu Bathth
al dalam Syarahnya sebagaimana yang dinukil oleh Ibnu Hajar dalam
Fathul Bary (6/75-76)
: “Hadits ini menjelaskan bahwa jihad tidak diwajibkan bagi perempuan,
hal ini disebabkan karena perempuan apabila berjihad maka tidak akan
mampu menjaga dirinya dan juga akan terjadi percampur bauran antara
laki-laki dan perempuan”.
Lima : Hadits Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu yang dikeluarkan oleh Imam Muslim, Rasulullah
shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda :
خَيْرُ صُفُوْفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا وَشَرُّهَا آخِرُهَا وَخَيْرُ صُفُوْفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا.
“Sebaik-baik shaf laki-laki adalah yang paling depan dan
sejelek-jeleknya adalah yang paling belakang. Dan sebaik-baik shaf
perempuan adalah yang paling belakang dan sejelek-jeleknya adalah yang
paling awal”.
Berkata Imam An-Nawawy dalam
Syarah Shohih Muslim
: “Bahwa sesungguhnya shaf perempuan yang paling baik adalah yang
paling belakang dan shaf laki-laki yang paling baik adalah yang paling
awalnya, hal ini dikarenakan agar keadaan shaf perempuan dan shaf
laki-laki saling menjauh sehingga tidak terjadi
ikhtilath dan saling memandang satu dengan yang lainnya”.
Berkata Ash-Shon’
any dalam
Subulus Salam
: “Dalam hadits ini menjelaskan sebab sunnahnya shof perempuan berada
di belakang shof laki-laki agar supaya keadaan tempat perempuan dan
laki-laki dalam sholat saling menjauh sehingga tidak terjadi
ikhtilath diantara mereka”.
Berkata Asy-Syaukany dalam
Nailul Authar (3/189) : “Penyebab kebaikan shof perempuan berada di belakang shof laki-laki adalah karena tidak terjadi
iktilath antara mereka”.
Enam : Hadits Aisyah
radhiyallahu ‘anha yang dikeluarkan oleh Imam Bukhori, beliau berkata :
إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى
آلِهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّيْ الصُّبْحَ بِغَلَسٍ فَيَنْصَرِفْنَ
نِسَاءُ الْمُؤْمِنِيْنَ لَا يُعْرَفْنَ مِنْ الْغَلَسِ أَوْ لَا يَعْرِفُ
بَعْضُهُنَّ بَعْضًا.
“Sesungguhnya Rasulullah shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi
wa sallam sholat Shubuh pada saat masih gelap maka para perempuan kaum
mukminin kembali dan mereka tidak dikenali karena gelap atau sebagian
mereka tidak mengenal sebagian yang lain”.
Hadits ini menjelaskan di sunnahkannya bagi perempuan keluar dari
mesjid lebih dahulu daripada laki-laki ketika selesai shalat jama’ah,
agar supaya tidak terjadi
ikhtilath, saling pandang memandang atau hal-hal yang tidak dibenarkan oleh syari’at.
Hal serupa dijelaskan pula dalam hadits Ummu Salamah
radhiyallahu ‘anha riwayat Imam Bukhary, beliau berkata :
أَنَّ النِّسَاءَ فِيْ عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ كُنَّ إِذَا سَلَّمْنَ مِنَ
الْمَكْتُوْبَةِ قُمْنَ وَثَبَتَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَمَنْ
صَلَّى مِنَ الرِّجَالِ مَا شَاءَ اللهُ فَإِذَا قَامَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ قَامَ الرِّجَالُ.
“Sesungguhnya para perempuan di zaman Rasulullah shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam bila mereka salam dari sholat wajib, maka mereka berdiri dan Rasulullah shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi
wa sallam dan orang yang sholat bersama beliau dari kalangan laki-laki
tetap di tempat mereka selama waktu yang diinginkan oleh Allah, bila
Rasulullah shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam berdiri maka para lelaki juga berdiri”.
Berkata Asy-Syaukany dalam
Nailul Authar (2/315) : “Dalam hadits ini terdapat hal yang menjelaskan tentang dibencinya
ikhtilath antara laki-laki dan perempuan dalam perjalanan dan hal ini lebih terlarang lagi ketika
ikhtilath terjadi dalam suatu tempat”.
Berkata Ibnu Qudamah dalam
Al-Mughny (2/560)
: “Jika dalam jama’ah sholat terdapat laki-laki dan perempuan maka di
sunnahkan bagi laki-laki untuk tidak meninggalkan tempat sampai
perempuan keluar meninggalkan jama’ah sebab kalau tidak, maka hal ini
dapat membawa pada
ikhtilath“.
Tujuh : Hadits Jabir Bin Abdillah
radhiyallahu ‘anhuma riwayat Imam Bukhari, beliau berkata :
قَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْفِطْرِ فَصَلَّى فَبَدَأَ
بِالصَّلَاةِ ثُمَّ خَطَبَ فَلَمَّا فَرَغَ نَزَلَ فَأَتَى النِّسَاءَ
فَذَكَّرَهُنَّ.
“Rasulullah shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi
wa sallam berdiri pada hari Idul Fitri untuk Sholat maka beliaupun
memulai dengan sholat kemudian berkhutbah. Tatkala beliau selesai,
beliau turun lalu mendatangi para perempuan kemudian memperingati (baca :
menasehati) mereka”.
Berkata
Al-Hafizh dalam
Al-Fath (2/466) : “Perkataan
“kemudian beliau mendatangi para perempuan” menunjukkan bahwa tempat perempuan terpisah dari tempat laki-laki, tidak dalam keadaan
ikhtilath“.
Berkata Imam An-Nawawy dalam
Syarah Shohih Muslim (2/535)
: “Hadits ini menjelaskan bahwa perempuan-perempuan apabila menghadiri
sholat jama’ah dimana jama’ah tersebut dihadiri pula oleh laki-laki maka
tempat perempuan berisah dari tempat laki-laki hal ini untuk
menghindari fitnah, saling memandang dan berbicara”.
Beberapa Masalah Seputar Ikhtilath
- Hukum belajar di sekolah-sekolah dan universitas yang terjadi ikhtilath di dalamnya.
Berkata syaikh Ibnu Jibr
in sebagaimana dalam
Fatawa Fii An-Nazhor Wal Khalwat Wal Ikhtilath
hal.23 : “Kami menasehatkan pada seorang muslim yang ingin
menyelamatkan dan menjauhkan dirinya dari sebab-sebab kerusakan dan
fitnah, tidak ada keraguan bahwa sesungguhnya ikhtilath di
sekolah-sekolah adalah penyebab terjadinya kerusakan dan pengantar
terjadinya perzinahan”.
Berkata Syaikh Al Utsaimin sebagaimana dalam kitab yang sama hal.26 :
“Pendapat saya, sesungguhnya tidak boleh bagi setiap orang baik
laki-laki dan perempuan untuk belajar di sekolah-sekolah yang terjadi
ikhtilath
di dalamnya, disebabkan karena bahaya besar akan mengancam kesucian dan
akhlak mereka. Tidak ada keraguan bahwa orang yang bagaimanapun sucinya
dan mempunyai akhlak yang tinggi, bagaimanapun bila disamping kursinya
ada perempuan, terlebih lagi bila perempuannya cantik lalu menampakkan
kecantikannya maka sangat sedikit yang bisa selamat dari fitnah dan
kerusakan. Oleh karena itu segala yang membawa kepada kerusakan dan
fitnah adalah haram”.
Berkata Syaikh Ibnu Bazz sebagaimana dalam kitab yang sama pula
hal.10 : “Barang siapa yang mengatakan boleh Ikhtilath di
sekolah-sekolah dan yang lainnya dengan alasan bahwa perintah berhijab
hanya khusus untuk istri-istri Rasulullah
shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam maka perkataan ini jauh dari petunjuk serta menyelisihi
Al-Qur`an dan Sunnah yang telah menunjukkan hukum hijab berlaku umum, sebagaimana dalam firman Allah
Subhanahu Wa Ta’ala :
ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ
“Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka”.
Dan juga kita ketahui bahwa Rasulullah
shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam diutus oleh Allah
Subhanahu Wa Ta’ala untuk seluruh manusia tanpa kecuali, Allah
Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
قُلْ يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا
“Katakanlah: “Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua”.
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا
“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia
seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi
peringatan”.
Dan para sahabat yang mereka adalah sebaik-baik manusia dalam
keimanan dan takwa dan sebaik-baik zaman, di masanya ternyata masih di
perintahkan untuk berhijab demi kesucian hati-hati mereka, maka tentu
orang-orang yang setelah mereka lebih membutuhkan dan lebih harus
berhijab untuk mensucikan hati-hati mereka karena mereka berada pada
zaman fitnah dan kerusakan”.
- Hukum bekerja ditempat yang terjadi Ikhtilath di dalamnya.
Berkata Syaikh Ibnu Utsaimin sebagaimana dalam
Fatawa Fii An-Nazhor Wal Khalwat Wal Ikhtilat hal.44 : “Pendapat saya, yakni tidak boleh
Ikhtilath antara laki-laki dan perempuan baik di instansi negeri maupun swasta, karena
ikhtilath adalah penyebab terjadinya banyak kerusakan”.
Berkata para Ulama yang tergolong dalam LAJNAH DAIMAH : “Adapun hukum bekerja di tempat yang (terdapat)
ikhtilath adalah haram karena
ikhtilath adalah penyebab kerusakan yang terjadi pada manusia”.
Berkata Syaikh Ibnu Bazz
rahimahullah dalam kitab
Musyarakatul Mar`ah Lir Rijal Fii Midan ‘Amal hal.7
: “Bekerjanya perempuan di tempat yang terdapat laki-laki di dalamnya
adalah perkara yang sangat berbahaya. Dan diantara penyebab besar
munculnya kerusakan adalah disebabkan karena
ikhtilath yang mana hal itu merupakan jalan-jalan yang paling banyak menyebabkan terjadinya perzinahan”.
HUKUM TABARRUJ
Makna Tabarruj.
Tabarruj adalah apabila perempuan menampakkan perhiasan atau
kecantikannya dan hal-hal yang indah dari dirinya kepada laki-laki yang
bukan mahramnya, jadi perempuan yang ber-
tabarruj adalah
perempuan yang menampakkan wajahnya. Sehingga bila ada perempuan yang
menampakkan atau memperlihatkan kecantikan wajah dan lehernya maka
dikatakan perempuan itu ber-
tabarruj. (Lihat
Lisanul Arab Oleh Ibnu Manzh
ur : 3/33).
Tabarruj adalah perkara haram, sebagaimana yang ditunjukkan oleh dalil-dalil dari Al-Quran dan Sunnah Rasulullah
shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam.
Dan juga kaum muslimin sepakat tentang haramnya Tabarruj sebagaimana yang dinukil oleh
Al-’Allamah Ash-Shon’
any dalam
Hasyiyah Minhatul Ghoffar ‘Ala Dhau`in Nahar 4/2011, 2012. Lihat : kitab
Hirasyatul Fadhilah hal.92 (cet.ke 7).
Berikut ini dalil-dalil yang menunjukkan tentang haramnya
tabarruj :
Satu : Allah
Rabbul ‘Izzah berfirman dalam surah
Al-Ahzab ayat 33 :
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu bertabarruj dengan tabarruj orang-orang Jahiliyah yang dahulu”.
Berkata Imam Al-Qurtuby tentang ayat ini : “Ayat ini adalah perintah
untuk tetap berdiam/tinggal dirumah. Dan sekalipun yang diperintah dalam
ayat ini adalah para istri nabi
shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam namun secara makna termasuk pula selain dari istri-istri nabi”. (Lihat
Tafsir Al-Qurthuby : 14/179 ).
Berkata Muj
ahid tentang makna
“Tabarrujal Jahiliyah” : “Perempuan yang keluar dan berjalan didepan laki-laki maka itulah yang dimaksud dengan
“Tabarrujal Jahiliyah”.(Lihat
Tafsir Ibnu Katsir : 3/482 dan
Ahkamul Qur`an Oleh Al-Jashsh
as : 3/360).
Berkata Muq
atil Bin Hayy
an tentang makna
“Tabarrujal Jahiliyah” : “
Tabarruj adalah perempuan yang melepaskan
Khimar (tutup kepala) dari kepalanya sehingga terlihat kalung, anting-anting dan lehernya”. (Lihat
Tafsir Ibnu Katsir : 3/482-483).
Dan Qat
adah berkata dalam menafsirkan ayat
“dan janganlah kamu bertabarruj dengan tabarruj orang-orang Jahiliyah yang dahulu” : “Perempuan yang berjalan dengan bergoyang dan bergaya. Maka Allah
Subhanahu Wa Ta’ala melarang perempuan mealakukan itu”. (Lihat
Ahkamul Qur`an Oleh Al-Jashsh
as : 3/360 dan
Fathul Bayan : 7/391).
Adapun makna
tabarruj dalam
Tafsir Al-Alusi 21/8 yakni : “Perempuan yang menampakkan perhiasan dan kecantikannya yang seharusnya tidak di nampakkan”.
Sementara Abu Ubaidah dalam menafsirkan makna
tabarruj : ” Perempuan yang menampakkan kecantikan yang dapat membangkitkan syahwat laki-laki, maka itulah yang di maksud
Tabarruj“. (Lihat :
Tafsir Ibnu Katsir : 3/33 ).
Dua : Firman Allah
Ta’ala :
وَالْقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَاءِ اللَّاتِي لَا
يَرْجُونَ نِكَاحًا فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ أَنْ يَضَعْنَ
ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجَاتٍ بِزِينَةٍ وَأَنْ يَسْتَعْفِفْنَ
خَيْرٌ لَهُنَّ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan
mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa
menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) untuk tabarruj
dengan (menampakkan) perhiasan, dan menjaga kehormatan adalah lebih baik
bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (
QS. An-Nur : 60)
Maksud dari
“tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka”, yaitu pakaian yang zhohir yang menutupi muka dan telapak tangan. Demikian dalam kitab
Hirasyatul Fadhilah hal.54 (cet.ke 7).
Kalau para perempuan tua dengan kreteria yang tersebut dalam ayat
tidak boleh ber-tabarruj, apalagi para perempuan yang masih muda.
Wallahul Musta’an.
Tiga : Firman Allah
Jalla wa ‘Ala :
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ
أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ
إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى
جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ
ءَابَائِهِنَّ أَوْ ءَابَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ
أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ
أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ
أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي
الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا
عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ
مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا
أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka
menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan
hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah
menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka,
atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera
suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera
saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka,
atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau
pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap
wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan
janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka
sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai
orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung”.(
QS. An-Nur : 31)
Empat : Hadits Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu riwayat Imam Muslim, Rasulullah
shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda :
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا
قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُوْنَ بِهَا
النَّاسُ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيْلَاتٌ مَائِلَاتٌ
رُؤْوْسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لَا يَدْخُلْنَ
الْجَنَّةَ وَلَا يَجِدْنَ رِيْحَهَا وَإِنَّ رِيْحَهَا لَيُوْجَدُ مِنْ
مَسِيْرَةِ كَذَا وَكَذَا.
“Dua golongan dari penduduk Neraka yang saya belum pernah
melihatnya sebelumnya : Kaum yang mempunyai cambuk-cambuk seperti
ekor-ekor sapi untuk memukul manusia dengannya dan para perempuan yang
berpakaian tapi telanjang berjalan berlenggak lenggok, kepala mereka
seperti punuk onta, mereka tidaklah masuk sorga dan tidak (pula)
menhirup baunya, padahal baunya dihirup dari jarak begini dan begini”.
Berkata Imam An-Nawawy dalam syarah Muslim (14/110) dalam menjelaskan
makna “Berpakaian tapi telanjang” yaitu mereka berpakaian tetapi hanya
menutup sebagian badannya dan menampakkan sebagian yang lain untuk
memperlihatkan kecantikan dirinya ataukah memakai pakaian tipis sehingga
menampakkan kulit badannya”.
Dan Syaikh Bin Bazz Rahimahullah dalam
Majmu‘ah Ar-Rosa`il Fil Hijab Wa Ash-Shufur hal.52 : “Dalam Hadits ini ada ancaman yang sangat keras bagi yang melakukan perbuatan
tabarruj, membuka wajah dan memakai pakaian yang tipis. Ini terbukti dari ancaman Rasulullah
shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam terhadap pelakunya bahwa mereka di haramkan masuk surga”.
Tabarruj termasuk Dosa Besar.
Imam Adz-Dzahaby
rahimahullah menggolongkan
tabarruj termasuk dari dosa-dosa besar, beliau berkata dalam kitab
Al-Kaba`ir hal.
146-147 : “Termasuk perbuatan-perbuatan yang menyebabkan terlaknatnya
seorang perempuan bila ia menampakkan perhiasan emas dan permata yang
berada di bawah cadarnya, memakai wangi-wangian bila keluar rumah dan
yang lainnya. Semuanya itu termasuk dari
tabarruj yang Allah
Subhanahu Wa Ta’ala
membencinya dan membenci pula pelakunya di dunia dan di akhirat. Dan
perbuatan inilah yang banyak dilakukan oleh kaum perempuan sehinga Nabi
shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda tentang para perempuan bahwa :
“Aku menengok ke dalam Neraka maka aku melihat kebanyakan penghuninya adalah perempuan”. Dan bersabda Nabi
shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam :
مَا تَرَكْتُ بِعْدِيْ فِتْنَةً هِيَ أَضَرُّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ.
“Saya tidaklah meninggalkan suatu fitnah setelahku yang paling berbahaya atas kaum lelaki daripada fitnah perempuan”.
Dan dari bahaya fitnah perempuan terhadap laki-laki yakni keluarnya perempuan dari rumah-rumah mereka dalam keadaan ber-
tabarruj karena
hal itu dapat menjadi sebab bangkitnya syahwat laki-laki dan terkadang
hal itu membawa kepada perbuatan yang tidak senonoh. (Lihat :
Al-Mufashshol Fii Ahkamil Mar`ah : 3/416).
Dari uraian di atas, telah jelas bahwa
tabarruj yang dilarang adalah
tabarruj yang
dilakukan bila keluar rumah. Adapun bila perempuan tersebut berhias
dirumahnya dan menampakkan perhiasan dan kecantikan kepada suaminya maka
hal ini tidak mengapa dan tidak berdosa bahkan agama memerintahkan hal
tersebut.
Akibat-Akibat Yang Ditimbulkan Dari Fitnah Ikhtilath dan Tabarruj
- Ikhtilath
adalah jalan dan sarana yang mengantar kepada segala bentuk perzinahan
yakni zina menyentuh, melihat dan mendengar. Dan zina yang paling keji
adalah zina kemaluan yang mana Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengancam pelakunya dalam surah Al-Furqan ayat 68-69 dan surah Al-Isra` ayat 32. (Lihat : Ahkamun Nisa` 4/357).
- Ikhtilath dan Tabarruj menyebabkan perkelahian dan peperangan di antara kaum muslimin. Hal ini disebabkan karena dalam ikhtilath
terjadi kedengakian dan kebencian serta permusuhan di antara laki-laki
karena memperebutkan perempuan atau sebaliknya terjadi kedengkian,
kebencian dan permusuhan anatara perempuan karena memperebutkan
laki-laki. (Lihat : Ahkamun Nisa` 4/355-357).
- Ikhtilath dan Tabarruj menyebabkan
perempuan tidak punya harga diri sebab ketika bercampur dengan
laki-laki maka perempuan tersebut dapat dipandang dan dilihat oleh
laki-laki sekedar untuk dinikmati, ibarat boneka yang hanya dilihat dari
kecantikan raut muka dan keindahannya. (Lihat Majmu‘ah Ar-Rosa`il Fil Hijab Wa Ash-Shufur oleh Lajnah Da`imah hal. 119).
- Ikthilath dan Tabarruj menyebabkan hilangnya rasa malu pada diri perempuan yang mana hal itu adalah ciri keimanan dalam dirinya, karena ketika terjadi ikhtilath dan tabarruj maka perempuan tidak lagi mempunyai rasa malu dalam menampakkan auratnya. (Lihat Risalatul Hijab oleh Syeikh Al-’Utsaimin hal. 65).
- Ikhtilath dan Tabarruj menyebabkan
ketundukan dan keterikatan pria yang sangat besar terhadap perempuan
yang dia kenal dan dilihatnya. Dan hal inilah yang menyebabkan kerusakan
besar pada diri laki-laki sampai membawanya kepada perbuatan yang
kadang tergolong kedalam kesyirikan. Rasulullah shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda :
مَا تَرَكْتُ بِعْدِيْ فِتْنَةً هِيَ أَضَرُّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ.
“Saya tidaklah meninggalkan suatu fitnah setelahku yang paling berbahaya atas kaum lelaki daripada fitnah perempuan”.
- Perbuatan ikhtilath dan tabarruj adalah
perbuatan yang menyerupai prilaku orang-orang kafir dari Yahudi dan
Nashoro karena hal itu adalah kebiasaan-kebiasaan mereka. Sedangkan
Rasulullah shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda :
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ.
“Barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk dari golongan mereka”.
(Lihat perkataan sekelompok ulama dalam kitab
Majmu’ Rosa`il hal. 52).
Kesimpulan.
Berdasarkan penjelasan ayat-ayat
Al-Qur`an dan hadits-hadits Nabi
shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam serta penjelasan para ulama, juga melihat bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh
khalwat, ikhtilath dan
tabarruj maka jelaslah bahwa
khalwat, ikhtilath dan
tabarruj merupakan
hal yang diharamkan. Dan seharusnya bagi seorang muslim dan muslimah
apabila Allah Ta’ala dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu perkara,
hendaknya bersikap tunduk dan patuh pada perintah-Nya sebagai aplikasi
keimanan kepada-Nya, sebagaimana firman Allah
Subhanahu Wa Ta’ala :
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula)
bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan
suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang
urusan mereka”. (
QS. Al-Ahzab : 36).
Al-Hamdu Lillahi Rabbil ‘Alamin. Wallahu A’lam.
Sumber :
Majalah An-Nashihah Vol.5 (
www.an-nashihah.com)