Tuesday, March 25, 2014

FATWA AL-MUHADDITS ASY-SYAIKH MUQBIL AL-WADI'IY TENTANG HUKUM MELAFAZHKAN NIAT SEBELUM BERWUDHU'

FATWA AL-MUHADDITS ASY-SYAIKH MUQBIL AL-WADI'IY TENTANG HUKUM MELAFAZHKAN NIAT SEBELUM BERWUDHU'

√√√ Pertanyaan :

Apakah melafazhkan niat itu bid’ah?, padahal yang terdapat dalam kitab Al-Umm Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah masih bersifat mubham (belum jelas)! Kiranya anda bisa menjelaskan kepada kami permasalahan ini, semoga Allah selalu memberkahi anda.

√√√ Jawaban :

"Melafazhkan niat dipandang sebagai perbuatan bid’ah, karena Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman di dalam kitab-Nya yang mulia, (yang artinya): “Katakanlah, 'Apakah kamu akan memberitahukan kepada Allah tentang agamamu, padahal Allah mengetahui apa yang di langit dan apa yang di bumi dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu?” (Al-Hujurat: 16). Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam juga telah bersabda kepada orang yang tidak benar dalam shalatnya: “Bila kamu telah berdiri melaksanakan shalat maka bacalah takbir”. Dan beliau tidak ada berkata kepadanya: Bacalah: "NAWAITU" (saya berniat). Betul bahwa shalat tidak sah kecuali dengan niat, begitupula wudhu dan berbagai ibadah-ibadah yang lain selain zakat yang diambil dengan cara paksa. Adapun berbagai ibadah-ibadah yang lain haruslah dengan berniat karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Segala amal perbuatan tergantung dengan niat”. Sedangkan tempatnya niat di hati dan keliru bila ada yang berkata bahwa melafazhkan niat sebagaimana di kitab Al-Umm, ini salah karena ini tidak ada di kitab Al-Umm. Salah seorang ikhwan kita fillah telah membahas dalam hal ini sedangkan saya tidak
berkesempatan untuk membahas hal ini, akan tetapi ikhwan kita yang terpercaya tidak menemukan ini (masalah melafadzkan niat) dalam kitab Al-Umm, maka salah bila dinisbatkan kepada Imam Syafi’i dan pengucapan niat tidaklah benar dalam ibadah apapun. Adapun yang berkata bahwa pelafazhan niat ada dalam haji maka ini tidak benar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Labbaik hajjan” maka kemungkinan lafadz Hajjan dinashabkan sebagai mashdar sedangkan takdirnya adalah: 'Labbaik ahaju hajjan', dan kemungkinan agar lafadz Hajjan sebagai maf’ul bagi nawaitu, akan tetapi ibadah haji ini diarahkan kepada ibadah-ibadah yang lain yakni, Ahajju hajjan ia dinashabkan kepada mashdariyah, sehingga tidak ada ketetapan melafadhkan niat dalam ibadah apapun, adapun keberadaan niat ada di hati karena segala amal perbuatan tergantung dengan niat sebagaimana yang kamu dengar."
_________________
(Lihat; Ijabatus Sa'il, Bab; Ath-Thaharah, karya Syaikh Muqbil Al-Wadi'iy rahimahullah)

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites