Friday, March 14, 2014

Bolehkah Para Pemula Membaca Kitab-Kitab Manhaj Yang Berisi Bantahan Terhadap Ahlul Ahwa wal Bida’ ?

Bolehkah Para Pemula Membaca Kitab-Kitab Manhaj Yang Berisi Bantahan Terhadap Ahlul Ahwa wal Bida’ ?

Syaikh al-‘Allamah Zaid bin Muhammad bin Hadi al-Madkhali rahimahullah pernah ditanya;

Penanya dari Emirat berkata:
“Wahai Syaikh, apa nasihat Anda terhadap orang-orang yang baru saja belajar agama, yang menyibukkan dirinya dengan membaca keterangan para ulama yang berisi bantahan-bantahan dan pernyataan-pernyataan (tentang masalah manhaj), padahal dia sendiri belum begitu memahami (agama) bahkan masalah fikih thaharah ataupun (ilmu penting) yang lainnya?”

Jawaban:

"Nasihatku untuknya adalah hendaknya dia tafaqquh fiddin (mendalami ilmu agama), baik dalam perkara akidah, syiar-syiar ta’abbudiyah, akhlak, dan manhaj yang dia berjalan di atasnya.

Di antara bentuk tafaqquh dalam hal manhaj ini adalah (dengan membaca) kitab-kitab rudud (bantahan) terhadap ahlil ahwa’ (pengikut hawa nafsu) dan ahli bid’ah yang telah ditulis oleh para ulama salafush shalih dan ulama yang mengikuti jejak mereka. Dan betapa banyaknya mereka (ahlil ahwa wal bida’) di setiap zaman dan setiap tempat.

Tidak boleh bagi seorang pun beralasan dengan minimnya ilmu dalam masalah thaharah dan shalat, untuk menghalangi manusia dari mendengarkan, menuliskan, mengambil faidah dari kitab-kitab rudud, serta membacanya.

Agama ini telah sempurna. Jadi sebagaimana wajib bagi kita untuk tafaqquh fiddin dalam masalah akidah dan syiar-syiar ta’abbudiyah, demikian pula (wajib bagi kita) untuk mempelajari manhaj amaliah dan sunnah, agar kita dapat mengamalkannya dan agar kita dapat mengenali lawan dari sunnah –sehingga kita mampu menghindarinya– yaitu kebid’ahan. Inilah yang semestinya dilakukan.

Jadi, tidak boleh seorang pun mengatakan kepada manusia, “Tinggalkanlah bantahan-bantahan ini, tinggalkanlah ini dan itu, dan hendaknya kalian itu begini!”
Orang ini telah berbicara tanpa ilmu. Karena orang yang tidak mengerti kejelekan, akan terjerumus ke dalamnya. Sementara rudud (bantahan-bantahan) itu menerangkan jalan kebaikan (dan memisahkannya) dari berbagai jalan keburukan.

Maka hendaknya seorang pemula (di dalam belajar ilmu agama) itu mendengarkan kaset, membaca kitab, dan mendengarkan dari seorang yang ‘alim di dalam seluruh urusan agama, baik dalam masalah akidah, syariat, sunnah, atau pun manhaj.

Kita tidak akan mengetahui ashabul bida’ dari zaman sahabat sampai zaman kita ini kecuali dengan perantaraan kitab-kitab rudud terhadap mereka. Kalau sekiranya tidak ada kitab-kitab rudud di suatu zaman dan tempat, manusia tidak akan mengetahui siapa ahli bid’ah itu, dan tidak akan mampu untuk memperingatkan manusia dari ahli bid’ah.

Dan menjadi kewajiban bagi para ahli rudud itu untuk mengambil perjanjian dengan Allah untuk tidak berbicara kecuali yang benar. Mereka tidak boleh menuduh seseorang yang mereka tidak memiliki bukti dan pengetahuan atasnya, baik itu melalui tulisan, kaset, atau pun kitab yang dikarangnya. Inilah metode rudud (yang benar). Tanpa bukti-bukti ini, tidak boleh bagi seorang pun untuk membantah hanya berdasarkan prasangka dan tuduhan tanpa kenyataan."

http://www.njza.net/

WA Ta'zhim as sunnah riau-

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites